Ads Top

Aspek yang mempengaruhi Akhlak

BAB II
PEMBAHASAN
A. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Akhlak
Akhlak sebagai kondisi jiwa merupakan fitrah yang dimiliki manusia yang dapat membentuk aktivitas akhlaki, yaitu dengan menggunakan ilmu sebagai perantara yang diberikan Allah SWT. Kondisi jiwa itu biasa disebut sebagai karakter, tabiat dan watak. Jika kondisi jiwa itu baik maka akan melahirkan akhlak yang baik, jika kondisi jiwa itu jelek maka akan melahirkan akhlak yang jelek.
Baik dan buruk dalam konteks ini digambarkan dengan yang disebut baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia karena pada fitrahnya manusia akan mencari dan mengusahakan yang baik serta mendatangkan kebaikan, sedangkan buruk dapat digambarkan dengan segala sesuatu yang dinilai sebaliknya dari baik, dan tidak disukai serta diusahakan oleh manusia.[1]
Ada beberapa aspek yang mempengaruhi lahirnya aktivitas atau akhlak manusia, yaitu: manusia, naluri, kebiasaan, keturunan, lingkungan, ‘azam, suara batin, dan pendidikan.[2]
1. Manusia sebagai Pelaku Akhlaq
Manusia sebagai makhluk yang istimewa dan berbeda dengan makhluk yang lain tetapi memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain terlatak pada akal budinya, tingkah lakunya, mempunyai bahasa untuk berkomunikasi, kebudayaan, berilmu pengetahuan dan mempunyai kekuasaan untuk menaklukan binatang. Tetapi antara persamaan manusia yang satu dengan yang lainnya juga terdapat perbedaan, yaitu dalam kesanggupan fisik dan mental, bakat, rizki, ilmu pengetahuan, kedudukan, dan sebagainya. Hal ini dikemukakan dalam Al-Qur’an surah Al-An’am: 165
Yang artinya: Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa dibumi dan sebagian kamu ditinggalkan Allah beberapa tingkat dari yang lain, karena Allah hendak menguji kamu dengan yang diberikan-Nya kepada kamu.
Kedudukan manusia di sini adalah sebagai pelaku akhlak itu sendiri, dan faktor kemanusiaan itu menentukan kesanggupannya dalam mencetak amal kebaikan atau dicetak oleh berbagai faktor kondisi dan situasi. Jelas firman Allah dalam Al- Qur’an surah Al-Isra: 84
Yang artinya: Masing-masing orang bekerja menurut ukuran keadaannya. Dan tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang paling betul jalannya.
Karena latar belakang kesanggupan manusia yang berbeda-beda sehingga tidak dapat dipaksakan suatu kebaikan begitu saja kepada seluruh manusia tanpa memperhatikan kesanggupannya itu.
2. Naluri (insting)
Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir jadi suatu pembawaan asli. Diantara sarjana ada yang memberikan pengertian naluri adalah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu tanpa didahului latihan perbuatan itu.
Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya:[3]
a.       Naluri makan: bahwa begitu manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain.
b.      Naluri berjodoh: laki-laki menginginkan wanita dan wanita ingin berjodoh dengan laki-laki. Seperti dalam al-Qur’an diterangkan: Q.S. Al-Imron:14
Yang artinya: manusia itu diberi hasrat atau keinginn, misalnya kepada wanita, anak-anak dan kekayaan yang melimpah-limpah
c.       Naluri keibu bapakan: tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya,kecintaan anak kepada orang tuanya.
d.      Naluri berjuang: Tabiat manusia yang cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.
e.       Naluri bertuhan: tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya.
Jadi kekuatan naluri dalam diri masing-masing pribadi berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga menyebabkan daya pendorong dan kesanggupan berbuat masing-masing berbeda-beda pula.
3. Kebiasaan
Adat/ kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bedntuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi adat kebiasaan, tidak cukup hanya dulang-ulang saja, tetapi harus disertai kesukaan dan kecendrungan hati terhadapnya[4]. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan diantaranya:
a.       Pengaruh urat syaraf
Menurut ahli psikologi segala yang dirasakan oleh manusia erat hubungannya dengan urat syaraf dan otaknya. Setiap perbuatan dan pikiran memberikan bekas kepadanya sehingga manakala dikehendaki mengulang perbuatan dan pikiran itu lebih mudah dari yang pertama, justru urat syaraf telah sedia dan terbentuk menurut perbuatan itu.
            Maka dari itu hendaknya urat syaraf kita selalu diajar dan terus-menerus mengulangi segala perbuatan yang baik sehingga menjadi adat kebiasaan.
b.      Kekuatan kebiasaan
Orang yang sudah menerima suatu pekerjaan menjadi kebiasaan atau adat dalm dirinya maka pekerjaan itu sukar ditinggalkan karena berakar kuat dalam pribadinya. Kebiasaan mempunyai kekuasaan yang besar sebagai bukti besarnya kekuatan kebiasaan itu ialah bahwa 90% dari perbuatan sehari-hari manusia seperti cara makan, cara berpakaian, cara berjalan terjadi dari kebiasaan. Begitu kuatnya pengaruh kebiasaan sehingga manakala akan dirubah, biasanya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari dalam pribadi itu sendiri.
c.       Membina kebiasaan yang baik
Untuk membangun kebiasaan yang baik dalm pribadi kita diperlukan latihan yang terus menerus. Sebagaimana ketentuan dari kebiasaan ialah:[5]
·         Memudahkan perbuatan manusia: segala pekerjaan yang berat bagi orang lain menjadi enteng bagi seseorang karena sudah terbiasa.
·         Menghemat waktu: orang belum bisa mengerjakan sesuatu meskipun semangat dan tenaganya besar, masi memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan suatu pekerjaan.
d.      Merubah kebiasaan yang jelek
Ada beberapa cara untuk dapat merubah kebiasaan yang buruk, yaitu:
·         Berniat sungguh-sungguh
·         Menghindari kebiasaan yang buruk, sekaligus meninggalkannya
·         Carilah waktu yang baik untuk memperbaikiniatmu, kemudian ikutilah segera gerak jiwa yang menolong perbaiki niat tersebut.
·         Jagalah pada dirimu kekuatan penolak dan peliharalah agar selau hidup dalam jiwamu, dengan mendarmakan perbuatan yang kecil-kecil tiap hari, untuk mengekang hawa nafsumu, karena yang demikian itu dapat menolong ebgkau untuk menghadapi aegala penderitaan kalau bdatang waktunya.[6]
4. Keturunan
Salah satu faktor yang diselidiki dalam akhlak ialah masalah keturunan. Adapun yang diturunkan itu bukanlah sifat yang dimiliki setelah tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat atau pendidikan, melainkan sifat-sifat bawaan sejak lahir.
Sifat-sifat yang bisa diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam:[7]
1.      Sifat-sifat jasmaniah: yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya.
2.      Sifat-sifat ruhaniyah:  yakni lemah atau kuatnya suatu naluri dapat diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.



5. Lingkungan
Faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang adalah lingkungan (milieu). Milieu adalah suatu yang melingkungi tubuh yang hidup.
Dalam hubungan ini lingkungan dibagi menjadi dua bagian:[8]
a.       Lingkungan alam, alam yang melingkungi manusia merupakan factor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku manusia. Lingkungan alam ini dapat mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang.
b.      Lingkungan pergaulan, lingkungan pergaulan ini meliputi beberapa kategori:
·         Lingkungan dalam rumah tangga
·         Lingkungan sekolah
·         Lingkungan pekerjaan
·         Lingkungan organisasi
·         Lingkungan kehidupan ekonomi
·         Lingkungan pergaulan yang bersifat umum dan bebas.
6. Azam (kemauan keras)
Seperti dalam Q.S. al-Ahqof: 35
Yang artinya: hendaklahk engkau tabah seperti ketabahan rasul-rasul yang memiliki kehendak yang keras (’azam).
Melihat arti dari ayat di atas azam mendapatkan perhatian khusus dalam ilmu akhlak karena itulah yang menentukan suatu perbuatan. Dari azam itulah menjelma niat yang baik dan buruk sehingga perbuatan menjadi baik dan buruk karenanya.
Terkadang kehendak atau azam terkena penyakit sebagaimana halnya tubuh kita seperti:
·         kelemahan kehendak: Seorang mudah menyerah pada hawa nafsunya, kepada lingkungan, kepada pengaruh yang jelek.
·         Kehendak yang kuat tetapi salah arah: yakni diarahkan pada pola hidup yang merusak dalam berbagai bentuk kedurhakaan dan kerusakan.

Untuk mengobati berbagai macam penyakit kehendak ini dilakukan berbagai cara:  
·         Kehendak yang lemah diperkuat dengan latihan seperti halnya tubuh yang lemah diperkuat dengan latihan gerak badan.
·         Janganlah membiarkan kehendak yang baik lolos dan hilang tanpa dilaksanakan. Jika sudah berazam maka hendaklah dengan penuh kesetiaan terhadap rencana semula seraya bertawakal kepada Allah SWT.
7. Suara Batin
Fungsi dari suara batin ialah memperingatkan bahayanya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya, dan sebaliknya juga merupakan kekuatan yang mendorong manusia melakukan perbuatan yang baik.
Bukti adanya suara hati adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan suka bergaul dengan orang lain dan berusaha menyesuaikan diri pada lingkungannya. Jadi benih suara batin itu merupakan fitrah tetapi tumbuh dan dibesarkan oleh adat dan pendidikan.
8. Pendidikan
Yang dimaksud di sini dengan pendidikan ialah segala tuntunan dan pengajaran yang diterima seorang dalam membina kepribadian. Pendidikan turut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingakah lakunya sesuai dengan pendidikan yang diterima. Pendidikan meliputi pendidikan formal, non-formal, pendidikan rumah, dan pendidikan tidak langsung dalam pergaulan. Pendidikan menjadi factor penting karena naluri yang terdapat pada seseorang dapat dibangun dengan baik dan terarah.
Terkadangt pendidikan terhambat oleh kebodohan, kebodohan adalah pikiran yang sempit yang merupakan sumber keburukan, dan akal yang kacau yang tidak dapat memproduksi akhlak yang luhur, sehingga membuat fikiran tidak sehat untuk mengejar kemajuan dan kebaikan.
                        Untuk melaksanakan pendidikan akhlak dilakukan beberapa cara:
·         Pendidikan rumah
·         Pendidikan sekolah
·         Peranan da’wah dan majlis ta’lim
·         Pembinaan ruhani
·         Membaca riwayat orang orang mulia
·         Berkawan dengan orang terpilih
·         Melatih diri sendiri
·         Peranan pemerintah

B. Aspek Yang Paling Berpengaruh
            Dari penjelasan diatas terkait aspek yang mempengaruhi akhlak, semua aspek aspek tersebut mempunyai pengaruhnya masing masing, yaitu mempengaruhi pembentukan akhlak dan tingkah laku manusia, baik akhlak baik maupun akhlak buruk manusia. Aspek-aspek tersebut menjadi tolak ukur dari baik buruknya akhlak manusia. Jika aspek tersebut baik dan selalu terarah dalam kebaikan maka akan membentuk perilaku akhlak yang baik. Sebaliknya, jika aspek tersebut buruk dan mengarah pada keburukan maka akan membentuk akhlak manusia yang buruk pula.
            Keseluruhan aspek mempunyai pengaruh terhadap akhlak hanya saja intensitas pengaruhnya yang berbeda-beda. Ada yang mempengaruhi dengan dominan terhadap akhlak tertentu dan ada yang kurang memberi pengaruh terhadap akhlak tertentu pula. Tapi pada intinya semua aspek memberikan pengaruhnya terhadap pembentukan akhlak manusia, baik akhlak baik maupun akhlak buruk manusia tersebut.
            Ada beberapa aliran yang mempelajari tentang aspek yang mempengaruhi akhlak, yaitu:[9]
  1. Aliran Nativisme, mempercayai bahwa aspek yang paling berpengaruh adalah pembawaan asli manusia itu sendiri, yaitu kecenderungan pada naluri, akal dan lain-lain. Aliran ini tampaknya kurang menghargai dan memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.
  2. Aliran Empirisme, mempercayai bahwa aspek yang paling berpengaruh yaitu aspek dari luar, seperti lingkungan dan pendidikan. Aliran ini sangat mempercayai pada aspek dari pendidikan dan pengajaran.
  3. Aliran Konvergensi, berpendapat bahwa aspek yang mempengaruhi akhlak adalah faktor internal berupa pembawaan manusia itu sendiri dan faktor eksternal berupa pendidikan dan lingkungan hidup. Aliran ini tampak sesuai dengan ajaran Islam yang menerangkan bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik.






[1] H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014), Cet. Ke-14, hal. 88-89
[2] H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar),(Bandung: CV. Diponegoro, 1983) cet. Ke-2, hal. 55
[3] H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar),(Bandung: CV. Diponegoro, 1983) cet. Ke-2, hal. 58-59
[4] Dr. M. Solihin, M.Ag. Akhlak Tasawuf. (Bandung: Nuansa). 2005. Hlm. 117
[5]H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Diponegoro, 1983) cet. Ke-2, hal. 65-66
[6]Drs. M. Yatim Abdullah, MA. Studi Akhlak Dalam Prespektif Al-Qur’an. (Jakarta: Sinar Grafika Ofset. 2007. Hal. 85-88
[7]H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Diponegoro, 1983) cet. Ke-2, hal. 68-69
[8] H. Hamzah Ya’qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar),(Bandung: CV. Diponegoro, 1983) cet. Ke-2, hal. 71
[9] H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014), Cet. Ke-14, hal.143

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.