Hukum Pidana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Ditinjau dari sejarah hukum Indonesia, hukum Indonesia merupakan campuran dari sistem Eropa, hukum agama, hukum adat. Sebagian sistem yang dianut oleh Indonesia dalam mengenai masalah perdata maupun masalah pidana mengacu pada hukum yang ada diEropa, khususnya dari Belanda, karena sejarah pada masa lalu bahwa Indonesia merupakan wilayah jajahan Belanda. Hukum bagi bangsa Indonesia terpengaruh juga oleh agama islam karena sebagian besar bangsa Indonesia menganut agama Islam.
Hukum diIndonesia ada dua, yaitu: hukum pidana dan hukum perdata. Hukum Pidana merupakan hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksaan badan. Bila kita mendengar kata-kata pidana mestilah muncul dalam persepsi kita tentang suatu hal yang kejam, menakutkan, bahkan mengancam.
Dari latar belakang tersebut penyusun ingin membahas tentang hukum pidana.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum pidana?
2. Apa saja sumber hukum pidana?
3. Bagaimana terjadinya sejarah KUHP Pidana?
4. Bagaimana sistematika hukum perdata?
5. Apa saja pembagian hukum pidana?
6. Apa saja teori hukum pidana?
7. Bagaimana keadaan hukum pidana diIndonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Istilah dan Pengertian Hukum Pidana
Bila kita mendengar kata “ pidana”, mestilah muncul dalam persepsi kita tentang hal yang kejam, bahkan menakutkan dan mengancam. Memang benar demikian, secara bahasa arti atau makna pidana adalah. Artinya orang yang dikenakan pidana adalah orang yang nestapa, sedih, terbelenggu, baik jiwa atau raganya. Tetapi kenestapaan tersebut bukanlah diakibatkan oleh orang lain melainkan perbuatan yang dilakukan sendiri.
Pengertian sebenarnya tentang hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Hukum pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.[1]
B. Sumber Hukum Pidana
Sumber hukum pidana dapat dibedakan atas sumber hukum yang tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri kita belum memiliki kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan kitab undang-undang hukum pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.[2]
C. Sejarah Terjadinya KUH Pidana
Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia sejak semula, ada dualisme dalam perundang-undangan. Ada peraturan hukum tersendiri untuk orang-orang Belanda dan lain-lain orang Eropa , yang merupakan jiplakan hukum dari Belanda, dan ada peraturan-peraturan hukum tersendiri untuk orang-orang Indonesia dan orang-orang Timur Asing (Cina, Arab, dan India atau Pakistan).
Dualisme ini mula-mula juga ada dalam hukum pidana, di Belanda sendiri peraturan ini berlaku pada tanggal 1 Januari 1867, sedangkan di Indonesia dan orang-orang Timur Asing berlaku suatu kitab undang-undang hukum sendiri, termuat dalam Ordonnantie tanggal 6 Mei 1872, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1873.[3]
D. Sistematika Hukum Perdata
Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata dapat dibagi dalam 4 bagian yaitu :
1. Hukum Perseorangan
Yang memuat antara lain : (1) Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum, kewenangan hukum domisili, dan catatan sipil; (2) Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu; (3) Hal-hal yang memengaruhi kecakapan-kecakapan tersebut.
2. Hukum Keluarga
Yang memuat antara lain : (1) Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami atau istri; (2) Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua – ouderlijkemacht); (3) Perwalian (voodgdij) yaitu hubungan antara wali dengan anak; (4) Pengampuan (curatle) yaitu hubungan antara orang yang diletakkan dibawah pengampuan karena gila atau pikiran kurang sehat atau karena pemborosan.
3. Hukum Harta Kekayaan
Yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang.
4. Hukum Waris
Yaitu hukum yang mengatur tentang benda dan kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia.
Menurut KUHP perdata, hukum perdata terdiri atas 4 buku, yaitu :
1. Buku 1 perihal orang (Van Personen), yang memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan yang terdiri dari 18 bab.
2. Buku 2 perihal benda (Van Zaken), yang memuat hukum benda dan hukum waris yang terdiri dari 21 bab.
3. Buku 3 perihal perikatan (Van Verbintennissen), yang memuat hukum harta kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu yang terdiri dari 18 bab.
4. Buku 4 perihal pembuktian kedaluarsa (Van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
E. Pembagian Hukum Pidana
Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut:
1. Hukum Pidana Objektif (Ius Punale) ialah semua peraturan yang mengandung keharusan atau larangan, terhadap pelanggaran yang diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan, yang dapat dibagi ke dalam:
a. Hukum Pidana Materil
b. Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)
2. Hukum Pidana Subjektif (Ius Puniendi) ialah hak negara atas alat-alat untuk menghukum berdasarkan hukum pidana obyektif.
3. Hukum Pidana Umum, ialah: Hukum Pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapapun juga di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan.
4. Hukum Pidana Khusus, ialah hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang yang tertentu, dapat dibagi menjadi :
a. Hukum Pidana Militer
b. Hukum Pidana Pajak (Fiskal)[4]
F. Teori-teori Hukum Pidana
Ada 3 golongan utama teori dalam hukum pidana :
1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (Vergeldings Theorin)
Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana. Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pidana itu. Setiap kejahatan harus berakibat dijatuhkan pidana kepada pelanggar.[5]
2. Teori Relatif atau Tujuan (Doeltheorien)
Teori yang kedua ini mencari dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan akibatnya yaitu tujuan untuk prevensi terjadinya kejahatan. Wujud pidana ini berbeda-beda : menakutkan, memperbaiki, atau membinasakan. Lalu dibedakan prevensi umum dan khusus. Prevensi umum menghendaki agar orang-orang pada umumnya tidak melakukan delik.[6]
3. Teori Gabungan (Verenigingstheorien)
Teori ini gabungan antara teori pembalasan dan teori prevensi. Ada yang menitikberatkanpembalasan ada pula yang ingin agar unsur pembalasan dan prevensi seimbang.[7]
G. Keadaan Hukum Pidana di Indonesia
Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktifitas negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara terttulis dalam pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga sebuah negara menginginkan negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Namun dalam kenyataannya hukum di Indonesia runcing kebawah tumpul keatas. Yang dimaksudkan adalah hukum di Indonesia tidak berpengaruh bagi para pejabat-pejabat tinggi, namun sangat menekan kepada para masyarakat bawah. Sehingga hukum di Indonesia sangatlah mendiskriminasi masyarakat yang tidak mampu yang menjadikan ketidakadilan bagi kita.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan pemidanaan sejatinya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan dan ketertiban umum (publik). Hukum pidana memuat serangkaian peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman (siksaan badan).
Tindakan pidana diakibatkan oleh perbuatan atau sikap yang merugikan orang lain. Namun demikian, apakah perbuatan itu benar-benar merugikan orang lain atau tidak? Apakah perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai hukum pidana? Itulah yang dipelajari hukum pidana.
Mempelajari hukum piadana dimaksudkan untuk membantu masyarakat awam yang tidak mengerti hukum, namun penting untuk diketahui. Sebab, hukum pidana merupakan bagian dari komponen hukum yang paling banyak dihadapi sebagian besar masyarakat.
B. Saran
Sebagai saran dari penulis, kami selaku pemakalah yang tidak lepas dari salah dan khilaf dalam pembuatan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dalam rangka membangun perbaikan dan kemajuan penulisan dan penyampaian makalah yang akan datang. Selain itu kami menyarankan untuk selalu semangat dan terus menggali ilmu, terutama pengantar hukum Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Gunadi, Ismu dan Efendi, Jonaedi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2015).
Prodjodikoro, Wirjoyo, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : PT. ERESCO, 1989)
Kansil, C.S.T. dan Christine, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007).
Hamzah , Andi,Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta,2010).
Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana diunduh pukul 14.09 WIB tanggal 27 September 2017.
http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-dan-penegakan.html?m=1diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 13.14.
[1] Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2015), hlm. 8.
[2]Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana diunduh pukul 14.09 WIB tanggal 27 September 2017.
[4] C.S.T. Kansil dan Christine, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hlm.11-13.
[8] http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-dan-penegakan.html?m=1diakses pada tanggal 28 September 2017 pukul 13.14.
Tidak ada komentar: