Ads Top

Asas-Asas Dalam Hukum


Asas asas hukum
1. Asas teritorial (Pasal 2 KUH Pidana)
            Yaitu Asas tindak pidana Indonesia yang berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia. Berlaku bagi warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing yang memiliki KTP di wilayah Indonesia atau kapal-kapal Indonesia (meski di luar negeri).
            Asas ini sebenarnya berlandaskan kedaulatan Negara di wilayahnya sendiri. Hukum pidana berlaku bagi siapapun juga yang melakukan delik di wilayah tersebut. Wilayah itu terdiri atas tanah daratan, laut sampai 12 mil, dan ruang udara di atasnya. Khusus untuk Indonesia, dianut wawasan Nusantara, yang menyatakan bahwa semua wilayah laut antara pulau-pulau Nusantara merupakan kesatuan wilayah Indonesia. Ini berarti wilayah darat dan laut Indonesia ialah 12 mil diukur dari pulau-pulau Indonesia terluar juga merupakan udara di atasnya. Ada pengecualian juga jika jarak pantai antar pulau terluar Indonesia dan Negara tetangga lebih sempit dari 24 mil, misalnya selat malaka antara Indonesia dan Malaysai maka perbatasnya ada di tengah-tengah.[1]
2. Asas Personal ( Nasional Aktif)
            Yaitu Asas hukum pidana Indonesia yang berlaku bagi setiap warga Negara Indonesia yang memiliki KTP di dalam negeri maupun di luar negeri. Hukum pidana Indonesia mengikuti orangnya.\
            Tidak menjadi masalah negara tempat kejahatan tersebut dilakukan. Tetapi kejahatan yang membahayakan kepentinagn Negara Indonesia dipidana, sedangkan hal itu tidak tercantum didalam hukum pidanan luar negeri. Peraturan tersebut bermaksud agar orang Indonesia yang melakukan di luar negeri kembali ke indonesai sebelum diadili di liar negeri, jangan sampai lolos dari pemindanaan di luar negeri. Indonesia tidak akan menyalahkan warganya untuk diadili di luar negeri ketentuan ini berlaku bagi semua kejahatan menurut KUHP Indonesia.
Rasio asas personal ialah ntuk melindungi warga Negara Indonesia. Ada beberapa delik yang sangat besar bahayanya bagi warga Negara Indonesia, sehingga dianggap perlu untuk memidana warga Indonesia yang melakukan delik-delik tertentu dimana saja sekalipun berada di luar negeri.[2].
3. Asas Perlindungan (Nasional Pasis)
            Yaitu Asas hukum pidana Indonesia yang berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan hukum Negara Indonesia baik itu dilakukan oleh warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing diluar Indonesia.
            Contoh: Kejahatan terhadap keamanan Negara, martabat presiden (pasal 4 SUB 1)
Asas ini menentukan bahwa hukum pidanan suatu Negara berlaku terhadap perbuatan yang dialkukan di luar negeri. Disini yang dilindungi bukan lah kepentingan individual orang Indonesia tetapi kepentingan nasional atau kepentingan umum yang lebih luas. Jika orang Indonesia menjadi korban dellik diwilayah Negara lain yang dilakukan oleh orang lain maka hukum pidana Indonesia tidak berlaku. Kepercayaan dieberikan kepada setiap Negara untuk menegakan hukum diwilayahnya sendiri.
Logis jika kepentingan Negara menuntut agar orang Indonesia di luar negeri yang melakukan kejahatan terhadap Negara Indonesia maka hukum pidana Indonesia berlaku baginya.
Yang termasuk asa perlindungan ialah kejahatan terhadap merek atau materai yang dikeluarkan atau dipergunakan oleh pemerintah republic Indonesia. Maka, pemerintah Indonesia akan mengancam pidana orang Indonesia di luar negeri yang melakukan kejahatan misalnya memalsu materai atau merek Indonesia yang mungkin tidak dilindungi hukum pidana Negara asing tersebut.
4. Asas Universal
            Yaitu Peraturan hukum pidana Indonesia yang berlaku bagi tindak pidana, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik yang di lakukan warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing. Contohnya perampokan di laut.
Yang dilindungi asas universal adalah kepentingan dunia atau yang melampaui batas-batas ruang wilayah dan ruang orang (Indonesia). Jenis kejahatan yang di ancam pidana bukan saja dilihat dari kepentingan Indonesia, tetapi kepentingan dunia. Disini, kekuasaan kehakiman menjadi mutlak karena proses pengadilan tidak tergantung lagi pada tempat terjadinya delik atau nasionalitas tau domisili terdakwah

5. Asas Legalitas
            Asas legalitas tercantum di dalam pasal 1 ayat 1 KUH Pidana. Kalau kata-katanya yang asli didalam bahasa belanda di salin didalam bahasa Indonesia kata demi kata, maka akan berbunyi: “Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidanakan kecuali atas kekuatan aturan pidana didalam peraturan perundang undangan yang telah ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan.”[3]
            Menurut Moeljatno, asas legalitas mengandung tiga pengertian :
a. Tidak ada perbuatan yang di larang dan di ancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunkaan analogi (kiyas).
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.[4]
            Perincian Pasal 1 Ayat 1:
a. Suatu tindak pidana harus dirumuskan atau disebutkan dalam peraturan undang-undang. Konsekuensinya orang tidak bisa dipidanakan perbuatanya jika tidak tercantum dalam UU
b. Peraturan undang undang harus ada sebelum terjadinya tindak pidana. Konsekuensinya tidak boleh retroaktif (berlaku surut)
            Pengecualian terhadap larangan retroaktif:
1. Pembentukan Undang-undang mempunyai hak penuh untuk menyatakan undang undang bisa berlaku surut, Jadi dapat diterobos.
2. Pasal 1 Ayat 2 KUH Pidana (ada perubahan undang-undang pake yang lebih ringan)
            Yaitu jika suatu perkara belum mendapatkan keputusan hukum karena undang-undang tidak berlaku lagi maka timbul hukum transitoir (hukum peralihan) dyaitu peralihan dari hukum yang lama ke hukum yang baru.



[1] Andi Hamzah, Asas Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Hal 52-53
[2] Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995) Hal 156
[3] Andi Hamzah, Asas Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Hal 27
[4] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta:Rineka Cipta, 1993), hal. 25

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.