Ads Top

Tata Cara Pembayaran Upad dan Sewa


Pembayaran upah dan sewa.

Jika ijarah itu suatu pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya adalah pada waktu berakhirnya pekerjaan (1). Apabila tidak ada isyarat dan ketentuan mengenai pembayaran upah maka menurut Abu Hanifah, wajib di serahkan upahnya secara berangsur angsur, sesuai dengan manfaat yang di terimanya. Dasar Upah yang di bayar/berikan ketika selesai di kerjakan adalah:
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).   hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji setiap bulan maka bagi setiap majikan hendaklah ia tidak mengakhirkan gaji bawahannya dari waktu yang telah dijanjikan, saat pekerjaan itu sempurna atau di akhir pekerjaan sesuai kesepakatan. Jika disepakati, gaji diberikan setiap bulannya, maka wajib diberikan di akhir bulan.
Sewa menyewa menurut Imam syafi'i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri, jika mu'jir menyerahkan zat benda yang di sewakan kepada musta'jir, ia berhak menerima bayarannya, karena penyewa (musta'jir) sudah menerima kegunaan(2). Jadi jika menyewa barang, uang sewaan di bayar ketika akad sewa, kecuali bila dalam akad di tentukan lain, jika ada akad maka yang menjadi patokan dalam pembayaran adalah apa yang sudah di sepakati dalam akad sewa tersebut. Bila ada kerusakan pada benda yang di sewa maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang (mu'jir) dengan syarat kerusakan tersebut bukan akibat dari kelalaian musta'jir(3).
Pembatalan dan berakhirnya ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad tidak memperbolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila di dapati hal yang mewajibkan fasakh. Ijarah akan menjadi batal (fasakh)  bila terdapat hal hal sebagai berikut:
a) Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa
b) Rusaknya barang yang di sewakan
c) Rusaknya barang yang di upahkan (ma'jur 'alaih)
d) terpenuhnya manfaat yang di adakan
e) Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri maka ia mrmper bolehkan mem-fasakh-kan sewaanya tersebut. (4)
Pengembalian barang sewaan
Jika ijarah telah brakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaannya. Jika barang dapat di pindahkan, maka ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya, jika bentuk barang sewaannya 'iqar (tetap) maka ia mengembalikan barang tersebut dalam keadaan kosong, contoh seperti tanah, maka ia wajib mengembalikan tanah tersebut dalam keadaan kosong (kosong dari tanaman atau yang lain) kecuali bila ada kesulitan dalam menghilangkannya.
Dalam hal pengembalian Mahzab Hambali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir maka penyewa harus mengembalikan/melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemmestian mengembalikan untuk menyerahterima kannya, seperti halnya barang titipan(5)
(1).Ru'fah Abdullah, _Fikih Muamalah_(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011). Hlm

(2).Ru'fah Abdullah, _Fikih Muamalah_(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011). Hlm

(3).Ru'fah Abdullah, _Fikih Muamalah_(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011). Hlm

(4).Ru'fah Abdullah, _Fikih Muamalah_(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011). Hlm

(5).Ru'fah Abdullah, _Fikih Muamalah_(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011). Hlm


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.