Tujuan Hukum dan peran hukum

BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia dan Masyarakat
1. Pengertian Manusia
Aristoteles (384-322 sebelum M.), seortang ahli pikir Yunani Kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah ZOON POLITICON, artinya bahwa manusia itu sebagai mahluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi mahluk yang suka bermasyarakat .[1] Secara umum fungsi manusia terbagi menjadi tiga.
Manusia mempunyai tiga fungsi:
a. Manusia sebagai makhluk tuhan adalah manusia merupakan makhluk yang diciptakan tuhan di dunia dengan tujuan untuk mengembangkan dirinya hingga mencapai kehidupan akhirat.[2]Kehidupan akhirat akan diperoleh sesuai kehidupan manusia di dunia, jika selama kehidupan seseorang di dunia sesuai dengan aturan yang ditetapkan tuhannya maka kehidupan akhiratnya juga akan baik, sebaliknya jika seseorang selama hidup di dunia tidak sesuai aturan tuhannya maka di akhiratpun kehidupannya akan buruk. Jadi manusia sebagai makhluk tuhan adalah untuk kembali kepadaNya sesuai dengan kehidupannya di dunia.
b. Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, fisik dan psikis, serta raga dan jiwa.[3]Seseorang dikatakan sebagai makhluk individu jika unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Seorang individu mempunyai perpaduan antara fenotip (faktor lingkungan) dan genotip (faktor keturunan).
c. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, manusia lahir, hidup,berkembang dan meninggal dunia dalam masyarakat.[4]
2. Pengertian Masyarakat
Menurut CST. Kansil, S.H masyarakat adalah persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih yang hidup bersama sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai hubungan yang mengakibatkan seorang dan orang lain saling kenal mengenal dan pengaruh mempengaruhi.[5]Masyarakat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hukum dan tidak mungkin dapat terpisahkan satu sama lain, mengingat bahwa dasar hubungan tersebut terletak dalam tujuan dan fungsi hukum, yaitu untuk mengatur kehidupan masyarakat dengan baik dan masyarakat merupakan obyek dari berlakunya hukum. Jadi dapat disimpulkan bahwa di mana ada masyarakat di situ pasti ada hukum, demikian pula sebaliknya, di mana ada hukum di situ pula ada masyarakat.
B. Pengertian Norma Agama, Norma Kesopanan, Norma Kesusilaan, dan Norma Hukum
1. Norma Agama
Norma agama adalah peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan.[6] Para pemeluk agama mengakui dan berkeyakinan, bahwa peraturan-peraturan hidup itu berasal dari Tuhan dan merupakan tuntunan hidup kearah jalan yang benar. Norma agama itu bersifat umum dan sedunia berlaku bagi seluruh golongan manusia di dunia.
2. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia.[7]Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat di dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat, hanya berlaku bagi golongan masyarakat tertentu saja.
3. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia (insan kamil).[8]Hasil daripada perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-orang.
4. Norma Hukum
Norma Hukum adalah peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum itu sendiri dan dibuat oleh penguasa Negara.[9]Keistimewaan norma hukum itu justru terletak dalam sifatnya yang memaksa, dengan sanksinya yang berupa ancaman hukuman.
C. Peran Norma Sebagai Pelindung Kepentingan Manusia
Menurut Roscoe Pound, dalam masyarakat terdapat berbagai kepentingan yang dilindungi oleh hukum yang diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu:[10]
1. Kepentingan Umum (Public interest), kepentingan umum yang paling utama adalah kepentingan negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan substansinya, serta kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2. Kepentingan Masyarakat (social interest), kepentingan masyarakat yang paling utama yaitu kepentingan bagi perlindungan hukum bagi keamanan dan ketertiban tentang kesehatan dan kesejahteraan untuik masyarakat. Selain itu dalam kehidupan manusia secara individual yaitu tuntunan atau keinginan yang berkaitan dengan kehidupan social dalam masyarakat beradab bahwa tiap –tiap orang dapat hidup layak sebagai manusia sesuai dengan ukuran masyarakat.
3. Kepentingan Pribadi (Private interest), mencakup tiga hal:
a. kepentingan-kepentingan kepribadian meliputi perlindungan terhadap keutuhan fisik, kemerdekaan kehendak, nama baik, terjaminnya rahasia-rahasia pribadi, kemerdekaan keyakinan agama, dan kemerdekaan pendapat.
b. kepentingan dalam hubungan rumah tangga meliputi perlindungan hukum bagi perkawinan, tuntunan bagi pemeliharaan keluarga, dan hubungan hukum antara orang tua dan anak.
c. kepentingan substansi meliputi perlindungan terhadap harta benda, kemerdekaan penggantian mewaris dalam penyusunan surat wasiat.
D. Perbedaan antara Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial Lainnya
Kaidah hukum adalah kaidah yang melindungi kepentingan manusia baik sudah ataupun belum mendapat perlindungan dari kaidah social lainnya, yaitu kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan, dan kaidah sopan santun.[11]Isi kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia, sehingga apa yang ada dalam batin atau pikiran manusia tidak menjadi persoalan, asal yang tampak dalam kenyataan tidak melanggar kaidah hukum.
Kaidah sosial adalah ketentuan yang memberi batasan dalam hubungan antarmanusia untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya, tanpa melanggar kepentingan yang lain.
Setelah mengetahui definisi tentang kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya dapat dilihat perbedaan antara keduanya sebagai berikut :
Perbedaan | Kaidah Agama / Kepercayaan | Kaidah Kesusilaan | Kaidah Kesopanan | Kaidah Hukum |
Asal-usulnya | Dari tuhan | dari diri sendiri | Kekuasaan dari luar diri manusia yang bersifat memaksakan | Kekuasaan dari luar diri manusia yang bersifat memaksakan |
Sasarannya | Ditujukan pada sikap batin manusia | Ditujukan pada sikap batin manusia | Ditujukan pada sikap lahir manusia | Ditujukan pada sikap lahir manusia |
Isinya | - Memberi kewajiban - Tidak memberi hak | - Memberi kewajiban - Tidak memberi hak | - Memberi kewajiban - Tidak memberi hak | - Memberi kewajiban - Memberi hak |
Tujuannya | - Seluruh umat manusia - Menyempurnakan manusia - Mencegah manusia menjadi jahat | - Seluruh umat manusia - Menyempurnakan manusia - Mencegah manusia menjadi jahat | - Pembuat yang konkret - Ketertiban warga masyarakat - Mencegah adanya korban | - Pembuat yang konkret - Ketertiban warga masyarakat - Mencegah adanya korban |
Sanksinya | Dari tuhan | Dari diri sendiri | Dari masyarakat | Dari negara |
Tabel 1. Perbedaan kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya
Jadi kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya mempunyai perbedaan dan terdapat beberapa persamaan pula di dalamnya.[12]
E. Hubungan Antara Kaidah Hukum Dan Kaidah Sosial
Kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak saling bertentangan. Kaidah disini diposisikan sebqagai alat kontorol bagi kehidupan manusia karena tanpa kaidah kehidupan ini mudah terladi penyimpangan. Kaidah soisal yang bertujuan membentuk manusia yang memiliki keluhuran budi , memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran diharapkan manusia mampu berubah dari yang tidak baik menjadi baik, dari yang baik semakin baik dan senantiasa berbuat manfaat bagi sesama. Kaidah hukum mempunyai sifat yang memaksa, resmi, dan sanksi tegas serta kaidah soisal yang memberi batasan dalam hubungan antar manusia akan menjaga keseimbangan dan keteraturan dalam masyarakat.
Kaidah sosial tidak mempunyai sanksi yang tegas jika salah satu peraturannya dilanggar. Pelanggar norma agama diancam oleh hukuman dari tuhan, pelanggar norma kesusilaan akan menimbulkan perasaan tidak tenang dan cemas dari diri sendiri, pelanggar norma kesopanan menimbulkan hinaan dari orang lain atau bahkan dikucilkan. Tetapi hukuman seperti itu tidak akan diperhatikan oleh orang yang tidak memperdulikan kaidah sosial tersebut. Oleh karena itu selain kaidah sosial maka diperlukan kaidah hukum yang mempunyai aturan yang memaksa dan mempunyai sanksi-sanksi yang tegas.
[1] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-8,1989), hal.29.
[2]https://nuroniah17.wordpress.com, Manusia sebagai Makhluk Individu, Makhluk Sosial, dan Makhluk Tuhan, 2012
[3]https://azenismail.wordpress.com, Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial, 2010
[4]Drs.C.S.T. Kansil,S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1989), hlm, 29.
[5]Mashudi, Pengantar Ilmu Hukum,menggagas hukum progresif, (Semarang: CV Karya Abadi Jaya, Cet. Ke-1, 2015), hlm. 77
[6]C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-8,1989), hal.84.
[7]C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-8,1989), hal.85.
[8]C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-8,1989), hal.85.
[9]C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-8,1989), hal.87.
[10]Donald Albert Rumokoy, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-2, 2014), Hal.43.
[11] Zainuddin Ali, FIlsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Ke-2, 2008), hlm. 41
[12]Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia 2015), hlm, 49.
Tidak ada komentar: