SEJARAH TURUN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN
MAKALAH
SEJARAH TURUN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ulum Qur’an
Dosen Pengampu: Akhmad Arif Junaidi
Disusun oleh :
1. Amalia Safitri (1702046012)
2. Rahmalia (1702046015)
3. Muhammad Khoirul Azhar (1702046021)
KEMENTRIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Jalan (jhkhj) Ngaliyan Semarang 50185 Telp: (024) 7601295
Website : www.walisongo.ac.id
Tahun Pelajaran 2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam melalui perantara malaikat jibril. Yang pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadlan tahun pertama kenabian. Peristiwa tersebut terkenal dengan nama peristiwa nuzul al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan bukanlah langsung sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur.
Banyak diantara umat islam yang tidak mengetahui hikmah dibalik penurunan Al-Qur’an yang dilakukan secara berangsur-angsur.
Dalam makalah ini akan sedikit menjelaskan mengenai nuzul qur’an, hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi dan Khulafaurrasyidin, dan penyempurnaan pemeliharaan Al-Qur’an setelah masa Khulafaurrasyidin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nuzul Qur’an?
2. Apa hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur?
3. Bagaimana pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi dan Khulafaurrasyidin?
4. Bagaimana penyempurnaan pemeliharaan Al-Qur’an setelah masa Khulafaurrasyidin?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulum Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur
3. Untuk mengetahui cara pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi dan Khulafaurrasyidin.
4. Untuk mengetahui bagaimana penyempurnaan pemeliharaan Al-Qur’an setelah masa Nabi dan Khulafaurrasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianNuzul Al-Qur’an
Secara bahasa, ungkapan “nuzûl al-qur’ân” terdiri dari dua kata, yaitu nuzûl dan al-qur’ân. Nuzûl artinya turun, maka ilmu nuzûl al-qur’ânsecara harfiah berarti ilmu tentang turunnya Al-Qur’an.Tetapi, apakah yang dimaksud dengan “turun” disini?. Menurut Az-Zarqani , kata “nuzûl” itu sebagai majas dalam arti “i’lam (pemberitahuan)”.[1]Maka kata “nuzûl al-qur’ân” , menurutnya berarti pemberitahuan Al-Qur`an atau pemberitahuan Allah kepada manusia yang disampaikan melalui Al-Qur’an.
Secara istilah ilmu nuzûl al-qur’ân adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang “turunya Al-Qur’an” , berasal dari Allah Yang Maha Mulia dan transenden, kepada manusia--dalam hal ini Nabi – yang penuh dengan sifat kemanusiaannya dan suasana manusiawi pula. Maka kadang-kadang Al-Qur’an itu diterima Nabi ketika dia berada di Mekah atau di Madinah, ketika dalam perjalanan atau sedang berada di tempat tinggalnya, dan di siang atau di malam hari.
Ada tiga tahap nuzul Al-Qur’an , tahap pertama yaitu penyampaian Al-Qur’an dari Allah kepada lawh al-mahfuzh. Maksudnya, sebelum Al-Qur’an disampaikan kepada Rasulullah , sebagai utusan Allah terhadap manusia, ia terlebih dahulu disampaikan kepada lawh al-mahfuzh, yaitu suatu lembaran yang terpelihara dimana Al-Qur’an pertama kalinya ditulis pada lembaran tersebut. Allah SWT menjelaskan :
بَلْ ھُوَقُرْءَانٌ مُؐحيْدٌفِى لَوْ حٍ مَؐحْفُوْظ
Tetapi ia (yang didustakan mereka) adalah Al-Qur’an yang mulia yang (tersimpan) dalam lauhul mahfuzh. (QS. Al-Burûj (85): 21-22)
Tidak ada manusia yang tau bagaimana cara penyampaian Al-Qur’an dari Allah ke lauhul mahfuzh. Dan manusia tidak wajib mengetahuinya, tetapi wajib mempercayainya karena begitu yang dikatakan Allah.
Tahap kedua adalah turunnya Al-Qur’an ke langit pertama dengan sekaligus. Dilangit pertama itu, ia disimpan pada bayt al-‘izzah. Penurunan tahap kedua ini bertepatan dengan malam qadar, seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Qadr (97) ayat 1, Ad-Dukhân (44) ayat 3, dan Al-Baqarah (2) ayat 185.
Ibnu Abbas juga mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Az-Zarqani: “Al-Qur’an diturunkan, secara sekaligus , ke langit dunia pada malam qadar. Setelah itu, ia diturunkan kepada Nabi secara berangsur-angsur selama 20 tahun.[2] Tahap ketiga adalah turunnya Al-Quran dari bayt al-‘izzah secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, atau selama 23 tahun.[3] Jibril menyampaikan wahyu ke dalam hati Nabi, sehingga setiap kali wahyu itu disampaikan beliau langsung menghafalkannya.
B. Hikmah Turunnya Al-Qur’an
Seperti yang diketahui bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan secara berangsur-angsur. Hal ini pernah mendapat ejekan dan kritikan dari kaum kafir, mereka mempertanyakan “Kenapa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus”. Maka Al-Qur’an menjawab kritikan dan protes kaum kafir ini, Allah SWT berfirman:
Orang-orang kafir itu berkata, kenapa Al-Qur’an tidak diturunkan dengan sekaligus? Demikian itu (berguna) agar Kami menetapkan hatimu dengannya, dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (QS. Al-Furqân (25) : 32).
Dalam Surah Al-Isrâ’ (17) ayat 106 dijelaskan pula:
Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannyan perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
Ada beberapa hikmah atau tujuan kenapa Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur4, yaitu:
a. Menguatkan (meneguhkan) hati Rasulullah dalam menghadapi orang-orang kafir yang membangkang.
b. Sebagai kasih sayang pada Rasulullah ketika turunnya wahyu.
c. Memudahkan dalam menghafalnya bagi kaum muslimin.
d. Sebagai argumentasi suatu peristiwa yang terjadi.
e. Menunjukkan Al-Qur’an diturunkan dari sisi Yang Maha Agung.
2 Mahmud Hijazi, Al-Wihdah Al-Mawdhû’iyyah fî Al-Qur’ân Al-Karîm. Kairo. Matba’ah Al-Madani, 1970, hlm.74.
3 Para ulama tidak sepakat mengenai lama masa penurunan Alquran dari bayt al-‘izzah ini kepada Nabi Muhammad; sebagian mereka berpendapat penurunan Alquran itu secara berangsur-angsur dalam tempo 25 tahun, yang lain berpendapat 23 tahun, sebagian lagi berpendapat 22 tahun 22 bulan dan 22 hari dan ada pula yang mengatakan 20 tahun.
4 Mohammad Gufron. Rahmawati. Ulum Qur’an Praktis dan Mudah. Cet.1. 2017. hlm.16.
Meskipun Al-Qur’an diturunkan selama kurang lebih 23 tahun, namun masih ada keterkaitan antara satu dan lainnya dan tidak ada pertentangan di dalamnya.
C. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi dan Khulafaurrasyidin
1. Pembukuan
Ada tiga tahap pembukuan Al-Qur’an , yaitu pada masa Nabi, Abu Bakar, dan Usman bin Affan. Ketiga tahap pembukuan ini mempunyai ciri, karakter, tujuan, serta latar belakang yang berbeda. Pada masa Rasulullah, Al-Qur’an--setiap kali diturunkan—ditulis dan dihafal oleh para sahabat. Penulisan pada masa ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk Nabi sebagai sekretaris wahyu – dimana naskah yang ditulis itu spesial untuk Nabi. Tetapi masing-masing sahabat yang pandai menulis juga menulis Al-Qur’an untuk pribadinya; seperti yang dilakukan oleh Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib. Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi masih tersebar dalam lembaran-lembaran, seperti tulang-tulang, pelepah kurma, dan lain sebagainya; ia belum tersusun secara sempurna dan berurutan. Sebab, penurunannya masih berlangsung sehingga sulit dilakukan penulisan secara sempurna dan berurutan. Namun, tidak ada ayatnya yang tidak ditulis pada masa Rasul. As-Sayuti mengatakan; “Seluruh ayat Al-Qur’an telah ditulis di masa Rasul, tetapi belum terhimpun pada suatu tempat dan surah-surahnya belum tersusun.5
Pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dilakukan kodifikasi terhadap naskah Al-Qur’an yang telah ditulis pada masa Nabi itu.
Adapun ciri-ciri penulisan Al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq :6
a. Seluruh ayat Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushhaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
b. Tidak termasuk didalamnya, ayat-ayat A-Qur’an yang telah mansūkh atau dinasakh bacaannya.
c. Seluruh ayat Al-Qur’an yang ditulis di dalamnya telah diakui ke-mutawātir-annya.
Kodifikasi Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran Umar bin Al-Khaththab atas kemusnahan Al-Qur’an, karena begitu banyak para huffazh (penghafal Al-Qur’an) dari kalangan sahabat yang tewas dalam peperangan melawan orang-orang murtad.
5 Jalaludin Abdurrahman As-Sayuti, Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Jilid I., hlm. 57.
6 Muhammad Abd al-‘Azhīm al-Zarqānī, op. cit., hlm. 253. Juga : Ahmad ‘Ādil Kamāl, op. cit., hlm. 40.
Maka Umar lalu mengusulkan kepada Abu Bakar agar dilakukan kodifikasi terhadap Al-Qur’an.7
Pada masa khalifah Usman bin Affan, wilayah Islam sudah semakin luas dan banyak orang non-Arab memeluk Islam. Mereka yang telah memeluk Islam ingin mempelajari Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam. Padahal Al-Qur’an pada masa itu, dibaca dan ditulis dalam berbagai bentuk bacaan dan tulisan, dimana masing-masing pembaca mengklaim bahwa bacaan dan model penulisannya yang benar. Untuk menghindari sengketa ini, yang sudah mengarah kepada perpecahan, dengan mengkodifikasi kembali Al-Qur’an8, dengan menyatukan bentuk tulisannya berdasarkan Al-Qur’an yang ditulis pada masa Abu Bakar.
Usman membentuk tim penulisan dan memerintahkan mereka agar Al-Qur’an ditulis dalam satu mushaf dan selainnya harus dimusnahkan.
Adapun ciri-ciri mushhaf Al-Qur’an yang ditulis pada masa Khalifah Usman ibn Affan, yaitu :
a. Ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis didalamnya, seluruhnya berdasarkan riwayat yang mutawātir berasal dari Nabi Muhammad SAW.
b. Tidak terdapat didalamnya ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mansūkh atau dinasakh bacaannya.
c. Surat-surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib sebagaimana Al-Qur’an yang berada di tangan kaum muslimin sekarang ini. Tidak seperti mushhaf Al-Qur’an yang ditulis pada masa Abu Bakr yang hanya disusun menurut tertib ayat, sementara surat-suratnya disusun menurut turunnya wahyu.
d. Tidak terdapat didalamnya yang tidak tergolong kepada Al-Qur’an, seperti yang ditulis oleh sebagian sahabat Nabi dalam mushhafnya, sebagai penjelasan atau keterangan terhadap makna ayat-ayat tersebut.
7 Usulan ini tidak serta merta langsung diterima oleh Abu Bakar. Dia pertama kalinya menolak, karena takut berbuat bi’dah. Umar menyakinkan Abu Bakar, maka akhirnya khalifah pertama ini menerima usulan itu. Maka dibentuklah suatu tim modifikasi Al-Qur’an yang diketuai oleh Zabit bin Tsabit.
8 Kodifikasi kali ini diusulkan oleh Khuzaifah berdasarkan peristiwa pertentangan antara pendudukan Syam dan Irak mengenai qira’ah ketika menaklukan Armenia dan Azerbaijan. Dia berkata kepada Usman; “Perbaikilah umat ini sebelum mereka bersengketa (mengenai kitab suci) seperti persengketaan Yahudi dan Nasrani”. Maka Usman meminta Hafsah mengirim kepadanya naskah Al-Qur’an(yang ditulis pada masa Abu Bakar). Setelah ditulis, naskah itu dikembalikan lagi kepada Hafsah (As-Sayuti, As-Sayuti, Al-Itqân fî‘Ulûm Al-Qur’ân, Jilid I., hlm. 59).
e. Mushhaf-mushhaf yang ditulis pada masa khalifah Usman tersebut, mencakup ‘tujuh huruf’ dimana Al-Qur’an diturunkan dengannya.9
Pekerjaan ini melahirkan suatu ilmu yang dikenal dengan ilmu rasm al-qurân atau ilmu rasmi al-usmâni , yang selanjutnya menjadi salah satu kajian dalam ulumul qur’an.10 Tim penulisan Al-Qur’an pada masa ini beranggotakan Zaid bin Tsabit, Said bin Al-As, dan Abdurrahman bin Al-Haris.
D. Penyempurnaan Pemeliharaan Al-Qur’an setelah Masa Khulafaurrasyidin
Ada tiga bentuk pemeliharaan Al-Qur’an yaitu pertama kodifikasi setiap ayat dan penyusunan surah-surahnya, seperti yang dilakukan pada masa Nabi, Abu Bakar, dan Usman, sehingga tidak ada ayat yang hilang. Ia mempunyai surah-surah dan ayat yang berurutan. Kedua pemeliharaan tulisan dengan memberi tanda baca. Ketiga penghafalan dan penafsiran, yang dilakukan mulai dari generasi sahabat sampai kepada zaman modern ini. Tulisan yang tertera di dalam mushaf Abu Bakar dan Usman yang dilakukan oleh panitia pelaksana penulis wahyu tanpa menggunakan tanda baca, baik berupa titik , syakal, harakah, dan lain-lain, karena memang perkembangan dan situasi saat itu tidak menuntut hal itu untuk dilakukan. Dalam kondisi itu, mushaf Usmani dibaca kaum muslimin selama kurang lebih 40 tahun (menurut Abu Ahmad al-Askariy), tepatnya sampai pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dari khalifah Bani Umayah.11
Islam terus menerus berkembang baik wilayah ataupun pemeluknya. Islam tidak hanya dianut oleh orang Arab, sehingga benturan kultural antara orang Arab dan non-Arab pun tidak dapat di elakkan. Sejak saat itulah, perkembangan yang dirasa menggembirakan juga membawa kekhawatiran berupa keselamatan kemurnian bahasa Arab. Oleh sebab itu, timbulah usaha-usaha untuk memberi pungtuasi di kalangan para ulama. Seorang Tabi’in , Abu al-Aswad al-Duali pertama kali mengenalkan tanda titik ke dalam naskah Al-Qur’an.12Tanda baca yang diberikan adalah berupa titik diatas huruf sebagai tanda fathah, titik dibawah huruf sebagai kasrah, dan disamping huruf sebagai dlummah.
9
10 Az-Zarqani, Manâhil Al-‘Irfân, hlm. 23
11 Usman, Ulumul Qur’an, hlm.91
12 Ahmad von Denffer, Ilmu Al Qur’an, Cet.1 (Jakarta; CV.Rajawali, 1988) hlm. 60.
Tahap berikutnya, Yahya bin Ya’mur dan Nashr bin ‘Ashim menyempurnakan pemberian titik pada semua huruf Al-Qur’an yang dianggap penting untuk diberi harakat. Usaha selanjutnya dilakukan oleh Khalil bin Ahmad, yaitu mengganti titik diatas huruf dengan alif kecil sebagai tanda fathah, titik dibawah huruf diganti ya’ sebagai kasrah, titik disamping huruf diganti dengan waw kecil sebagai dlummah, pemberian tanda sukun berupa mim kecil diatas huruf, tanda tasydid berupa sin kecil di atas huruf, dan pemberian tanda madd. Pemberian nomor ayat , tanda waqof , batas pangkal surah dan akhir surah, penulisan jenis Makkiyah dan Madaniyyah , dan penulisan sejumlah ayat dari setiap surah dilakukan oleh para ulama’ berikutnya. Begitu pula pembuatan tanda untuk setiap juz,ruku’ , dan lain-lain, sehingga jadilah bentuk mushaf Al-Qur’an seperti sekarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu Nuzul Qur’an adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang turunnya Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan melaui tiga tahap. Pertama yaitu ditempatkannya Al-Qur’an di lawh al-mahfuzh. Selanjutnya pada tahap kedua adalah diturunkannya Al-Qur’an dari lawh al-mahfuzh ke bayt al-‘izzah peristiwa ini bertepatan pada saat terjadinya lailatul qadar. Dan tahap ketiga yaitu diturunkannya Al-Qur’an dari bayt al-‘izzah ke bumi, yang diturunkan melalui perantara malaikat jibril kepada Nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah untuk menguatkan (meneguhkan) hati Rasulullah dalam menghadapi orang-orang kafir yang membangkang, sebagai kasih sayang pada Rasulullah ketika turunnya wahyu, memudahkan dalam menghafal Al-Qur’an bagi para sahabat, sebagai argumentasi suatu peristiwa yang terjadi, dan untuk menunjukkan Al-Qur’an diturunkan dari sisi Yang Maha Agung.
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam adalah dengan cara dihafalkan langsug oleh para sahabat dan ditulis para sahabat pada tulang-tulang, pelepah kurma, dan lain sebagainya dalam bentuk lembaran-lembaran dan belum dibukukan. Barulah pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dilakukan kodifikasi terhadap naskah Al-Qur’an yang telah ditulis pada masa Nabi itu, dengan menulisnya kembali dan disusun dalam suatu naskah secara rapi dan berurutan. Pada masa khalifah Usman bin Affan beliau menulis kembali Al-Qur’an yang telah ditulis pada masa khaifah abu bakar dan menggandakannya sebanyak lima mushaf yang disebar di berbagai daerah sebagai pedoman model penulisan Al-Qur’an.
Setelah masa khulafaurrasyidin bentuk pemeliharaan dan penyempurnakan Al-Qur’an adalah pada tanda baca. Yaitu berupa titik, syakal, harakah, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Azhīm al-Zarqānī , Muhammad Abd. op. cit.
As-Sayuti , Jalaludin Abdurrahman. Al-Itqân fî‘Ulûm Al-Qur’ân.
Az-Zarqani. 1988. Manâhil Al-‘Irfân fî ‘Ulûm Al-Qur’an. Beirut: Dar Al-Fikr.
Az-Zarqani, Manâhil Al-‘Irfân.
Hijazi, Mahmud. 1970. Al-Wihdah Al-Mawdhû’iyyah fî Al-Qur’ân Al-Karîm. Kairo: Matba’ah Al-Madani
Kamāl , Ahmad ‘Ādil. op. cit.
Mohammad Gufron. Rahmawati. 2017. Ulum Qur’an Praktis dan Mudah.Yogyakarta: Kalimedia.
Usman, Ulumul Qur’an
Von Denffer, Ahmad. 1988. Ilmu Al Qur’an. Jakarta: CV.Rajawali.
[1]Az-Zarqani, Manâhil Al-‘Irfân fî ‘Ulûm Al-Qur’an, Jilid I, Beirut: Dar Al-Fikr, 1988, hlm. 34
[2] Mahmud Hijazi, Al-Wihdah Al-Mawdhû’iyyah fî Al-Qur’ân Al-Karîm. Kairo. Matba’ah Al-Madani, 1970, hlm.74.
[3] Para ulama tidak sepakat mengenai lama masa penurunan Alquran dari bayt al-‘izzah ini kepada Nabi Muhammad; sebagian mereka berpendapat penurunan Alquran itu secara berangsur-angsur dalam tempo 25 tahun, yang lain berpendapat 23 tahun, sebagian lagi berpendapat 22 tahun 22 bulan dan 22 hari dan ada pula yang mengatakan 20 tahun.
Tidak ada komentar: