Ads Top

Asas Muamalah dalam Islam


A.    Pengertian Asas Muamalah
Asas (prinsip) merupakan pernyataan yang dapat dijadikan sebagai pedoman pemikiran atau tindakan. Asas biasanya bersifat permanen dan umum karena setiap ilmu mencerminkan intisari kebenaran dari bidang ilmu tersebut.
Asas adalah dasar tapi bukan sesuatu yang absolut atau mutlak, artinya penerapan asas harus mempertimbangkan keadaan-keadaan kusus dan keadaan yang berubah-ubah. Asas adalah prinsip dasar yang menjadi acuan berfikir seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupnya.
Sementara itu untuk pengertian Mu’amalah sendiri dalam arti sempit sering diartikan dengan sesuatu yang berhubungan dengan keduniaan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, hukum Islam di bidang Mu’amalah dapat dibagi dalam dua garis besar yaitu munakahat (perkawinan), jinayat (pidana) dan mu’amalah dalam arti khusus yang hanya berkaitan dengan bidang ekonomi dan bisnis dalam Islam[1].
 Secara bahasa mu’amalah berasal dari bentuk masdar kata ‘amala yang artinya saling bertindak. Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.
Jadi asas mu’amalah diartikan sebagai prinsip dasar yang digunakan sebagai acuan dalam setiap pembentukan hukum-hukum mu’amalah dalam Islam. Dalam setiap tindakan pun seseorang harus mengacu pada asas-asas mu’amalah.



B.     Asas-asas Mu’amalah Dalam Islam
Dalam muamalah terdapat beberapa asas yang dijadikan sebagai landasan yang mendasari setiap tindakan yang dilakukan seseorang. Pengaturan transaksi kegiatan perekonomian yang berbasis syariat Islam dilaksanakan dengan memenuhi asas-asas dalam perjanjian Islam ataupun fiqh muamalah, diantaranya sebagai berikut:[2]
1.      ‘adalah
Asas ‘adalah (keadilan) atau pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalah yang bertujuan agar harta tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang saja, tetapi harus didistribusikan secara merata di antara masyarakat, baik kaya maupun miskin, dengan dasar tujuan ini maka dibuatlah hukum zakat, shodaqoh, infaq[3].
Esensi dari ‘adalah sendiri ialah menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya dan memberikan sesuatu kepada yang berhak mendapatkan serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. ‘adalah sendiri melarang adanya unsur riba, zhalim, dan gharar dalam mu’amalah. Dalam al-Qur’an juga telah ditegaskan “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS. 5:8).
2.      Mu’awanah
Asas mu’awanah atau kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
3.      Manfa’ah
Asas manfa’ah berarti bahwa segala bentuk kegiatan mu’amalah harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Asas ini juga bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak masyarakat dalam rangka saling memenuhi kebutuhannya masing-masing dalam rangka kesejahteraan bersama.
Karena pada dasarnya semua yang ada di langit dan bumi ini adalah milik Allah swt, maka manusia tidak berhak apa-apa atas harta yang ada di bumi dan manusia hanya memiliki hak memaanfaatkannya.
4.      ‘antaradhin
Asas ‘antaradhin atau suka sama suka menyatakan bahwa setiap bentuk mu’amalah antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing. Asas ini didasarkan atas firman Allah swt. Surat al-An’am ayat 152;
Artinya: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”
5.      ‘adamul gharar
Gharar merupakan transaksi yang belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya. Gharar sendiri transaksi jual beli yang berkisar pada ketidakjelasan.
Jadi dalam mu’amalah tidak diperbolehkan adanya gharar agar tidak menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya.
6.      Kebebasan membuat akad (al-hurriyah)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-undang Syariah dan memasukkan klausal apa saja ke dalam akad yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan jalan batil.
Adanya asas kebebasan berakad dalam hukum Islam didasarkan pada beberapa dalil, antara lain adalah:
1.      Firman Allah, Wahai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) (QS. 5:1)
2.      Sabda Nabi Saw. “Orang-orang muslim itu senantiasa serta kepada syarat-syarat (janji-janji) mereka.”
3.      Sabda Nabi Saw. “Barang siapa menjual pohon korma yang sudah dikawinkan, maka buahnya adalah untuk penjual (tidak ikut terjual). Kecuali apabila pembeli mensyaratkan lain.
4.      Kaidah hukum Islam, pada asasnya akad itu adalah kesepakatan para pihak dan akibat hukumnya adalah apa yang mereka tetapkan asas diri mereka melalui janji[4].
7.      Musyarakah
Asas ini menghendaki siapapun yang terlibat dalam kerjasama harus saling menguntungkan bahkan juga bagi seluruh masyarakat manusia. Oleh karena itu, ada sejumlah harta yang diperlakukan sebagai milik bersama dan sama sekali tidak dibenarkan milik perorangan.
Asas musyarakah melahirkan dua bentuk kepemilikan:
1.      Milik pribadi atau perorangan
2.      Milik bersama atau milik umum yang disebut hak Allah swt[5].
8.      Al musawwah
Asas ini memiliki makna kesetaraan, artinya bahwa setiap pihak pelaku muamalah berkedudukan sama. Jadi dalam hal apapun dan dari sudut pandang manapun antara mereka itu sama.
9.      As-shidiq (kejujuran)
Kejujuran merupakan nilai etika mendasar dalam Islam. Islam adalah nama lain dari kebenaran. Nilai kebenaran memberi pengaruh terhadap pihak yang melakukan perjanjian yang telah dibuat. Dengan adanya kejujuran akan lebih memudahkan kita dalam bertindak.


[1] Qomarul Huda, FIQH MUAMALAH (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011) h. 26
[2] Jundiani, Pengaturan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Malang: UIN Malang Press, 2009, h. 46
[3] http://faturjpr.blogspot.co.id/2016/10/asas-asas-muamalah-dalam-islam.html
[4] Muhammad Ardi, Asas-Asas Perjanjian (Akad), Hukum Kontrak Syariah dalam Penerapan Salam dan Istisna. Vol. 14. No. 2. Jurnal Hukum Diktum. 2016. H.268
[5] http://faturjpr.blogspot.co.id/2016/10/asas-asas-muamalah-dalam-islam.html

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.