Ads Top

Sistem Ketatanegaraan Islam di Era Nabi


A.  Sistem Ketatanegaraan Islam di Era Nabi
Bagi umat Islam, semua aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW yang berupa ucapan,perbuatan,dan taqrirnya yang disebut Sunnah, baik dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan Rasulullah, pribadi, kepala rumah tangga, tokah masyarakat, komandan perang, maupun sebagai imam atau pemimpin umat adalah sumber hukum dan pola rujukan umat yang paling otoritatif dalam semua aspek kehidupan termasuk bidang politik dan ketatanegaraan, di samping Al-Qur’an. Dalam kepemimpinan rasul terbagi menjadi 2 periode yaitu : Periode Makkah dan Periode Madinah.
1.      Islam Periode Makkah
Ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW membidik langsung ke sumber petaka umat manusia, yakni ruh atau spirit paganisme yang melandasi sistem sosial, politik dan ekonomi masyarakat Makkah. Paganisme memebrikan dampak buruk bagi masyarakat Makkah seperti: eksploitasi, ketidakadilan, pengkhianatan, kecurangan, perbudakan, kewenang-wenagan dan moralitas destruktif lainnya. Dakwah Rasulullah untuk merombak pondasi tersebut mendapat rintangan, pemboikotan, pengusiran bahkan ancaman pembunuhan.
Menurut Ahmad Syalabi mengidentifikasi lima sebab penolakan orang Quraisy terhadap ajaran Islam:
·      Persaingan perebutan kekuasaan
·      Penyamaan hak antara kasta bangsawan dengan kasta hamba sahaya
·      Takut dibangkitkan (bangsa Arab yang Materialisme)
·      Taqlid kepada nenek moyang
·      Memperniagakan patung[1]
Perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW dalam rentan waktu sepuluh tahun di kota Makkah tidak mengalami perkembangan yang signifikan, tidak banyak masyarakat yang tersadarkan dan mengikuti seruannya, bahkan tantangan yang dihadapi semakin menjadi-jadi. Apalagi dalam memebentuk sistem pemerintahan dan politik Islam, Nabi mendapatkan tantangan-tantangan yang sangat berat.
 Sangat pesimis jika mengharapkan masyarakat Makkah sebagai pilar penopangnya, apalagi jika harapan itu diletakan di atas pundak-pundak para pembesar Quraisy, sementara Nabi harus mengalihkan pandangan dan harapan ke kota yang lain yaitu Tha’if dengan harapan yang diletakan pada masyarakat Makkah, bahkan mendapat perlakuan kejam dan tidak manusiawi serta ditolak mentah-mentah, Rasulpun mengadu pada Allah atas kesulitan yang dihadapi beliau.
 Seiring berjalannya waktu cahaya keimanan mulai timbul dari Yatsrib, kota yang sedang kacau akibat peperangan antara suku Aus dan Khazraj yaitu perang Bu’ats yang berlangsung selama seratus dua puluh tahun. Masyarakat Yatsrib mendambakan seorang tokoh yang bisa menjadi penengah dan menghentikan kekcauan akibat perang serta dapat diterima dari semua pihak terutama dua suku yang terlibat perang.
Suatu hari ketika Nabi sedang melewati Mina beliau bertemu dengan beberapa orang dari suku Khazzraj yang beragama Yahudi, Beliau berbincang bincang tentang kenabian beliau dan merekapun kaget dan tergetar atas pengakuan rasul lalu berjanji akan bertemu lagi saat musim haji tahun depan.
Pada musim haji tahu berikutnya dua belas orang penduduk Yatsrib bertemu dengan Nabi di Bukit Aqabah mereka menyatakan masuk Islam selain itu mereka juga berbaiat, mereka berjanji tidak akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akang berbohong dan tidak akang mengkhianati Nabi. Ketika mereka pulang ke yatsrib Nabi mengutus Mush’ab bin Umar mengiringi mereka dan tinggal bersama mereka di yatsrib untuk membaca Al-Qur’an mengajarkan Islam dan hukum-hukum agama kepada penduduk Yatsrib. Kemudian terjadi ikrar antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib yang disebut Bai’at Aqabah.Menurut Shofi Hasan Bai’at Aqabah pertama dan kedua merupakan langkah awal tegaknya Negara baru dan masyarakat baru.
2.      Islam Periode Madinah
Setelah perjanjian Aqabah berlangsung Nabi meminta suku Aus dan Kharazzj untuk memilih 12 orang perwakilan kaumnya, kemudian bersiap-siap untuk berangkat berhijrah menuju Yatsrib.Sesuai waktu yang telah ditetapkan Rasulullah disertai Abu Bakar hijrah menyusul sahabat-sahabat yang telah berangkat secara diam-diam. Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui terjadi pertemuan antara Nabi dengan orang Yatsrib dan langsung mengadakan rapat tertutup.
Di Dar al-Nadhwa dengan mengundang perwakilan kabilah Makkah dan sekitarnya banyak usulan-usulan untuk menyiksa Nabi Muhammd SAW, yang terpilih adalah usulan dari Abu Jahal untuk memilih beberapa perwakilan suku untuk membunuh Nabi Muhammad secara bersama-sama. Mereka takut terancam ketika Nabi telah menjadi pemimpin di Yatsrib akan menghambat perjalanan bisnis mereka ke wilayah Syam.
Dalam perjalanan hijrah Rasul, Beliau memutuskan untuk berhenti terlebih dahulu di gua Hira untuk menghindari kejaran dari kaum Quraisy.Sebelum sampai Yatsrib beliau juga berhenti di Quba berhenti beberapa hari dan membangun masjid Quba. Setelah sampai di Yatsrib dengan menunggangi unta yang bernama al-Quswa Rasul disambut hangat oleh penduduk setempat dan menawarkan untuk berhenti di rumah penduduk, tapi beliau menjawab dengan santun “Biarkan dia berjalan sekehendaknya, karena unta ini ada yang menyuruhnya”.Hingga untapun berhenti di sebuah lahan pengeringan kurma milk dua anak yatim, Sahal dan Suhail.
Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama, terjadi perubahan drastis dan positif pada masyarakat Madinah. Suku-suku yang selalu berperang dengan semangat dendelta dan hampir selalu membasahi tanah Arabia yang tandus dengan darah, dalam waktu yang relatif cepat menjadi masyarakat yang siap beranding dengan penuh ketulusan dan keakraban. Mereka menunjukkan sikap tulus dengan menyiapkan rumah-rumah mereka untuk mengampung orang-orang muhajirin. Sejarah mencatat Rasulullah mempersaudarakan Sembilan puluh orang, empat puluh lima dari kedua kaum.
Sampai tahap tersebut, Rasulullah mendapat modal perjuangan yang sangat berharga, yakni persatuan dan kebersamaan. Tidak berhenti sampai di sini, Rasul kemudian mengambil langkah membuat perjanjian damai secara tertulis dengan seluruh komunitas Madinah, yakni membuat Piagam Madinah, yang menjadi landasan kehidupan masyarakat yang bersumber dari risalah Islam, dengan tujuan menetapkan hak-hak individual dan masyarakat, hak-hak berbagai kelompok dan kaum minoritas, serta penentuan garis politik dalam dan laur negreri dan system pemerintahan yang baru. Piagam Madinah adalah awal untuk memulai pemerintahan di Madinah yang dapat diterima oleh segala pihak.
Baru sajah mulai berdiri pemerintaha Islam tiba-tiba datang ujian bagi Rasulullah, terjadi propaganda dari kaum munafik yang memicu perang Badar. Pasukan Abdullah bertemu dengan tiga orang kaflah dagang Quraisy yang dipimpin Amr bin al-Handhrami. Abdullah dan pasukannya menduga masih di penghujung bulan jumadil alhir, Karenanya mereka memutuskan untuk menyerang dan merampas caravan dagang itu. Waqid bin Abdullah al-Tamini melepaskan anak panah dan mengenai Amr bin al-hadhrami hingga tewas, dua orang temannya ditawan dan dibawa ke Madinah beserta barang dagangnya. Setelah peristiwa itu mucul desas-desus bahwa agama Nabi Muhammad tidak menghormati bulan haram.
Allah menurunkan ayat yang membuat hati rasul menjadi tenang dan segera membagikan harta ghanimah pada para sahabat dan menukar tawanan perang ke Makkah, tapi salah satu tawanan justru izin memetap di Madinah karena dia terpukau dengan perilaku Rasulullah.
Karena kaum kafir Quraisy merasa terganggu dalam maslah perdagangan maka terjadilah Perang Badar, dengan keberanian Nabi Muhammad dibantu kaum Anshar maka pasukan kaum muslim berangkat ke medan perang. Peperangan dimulai dengan tiga lawan tiga antara kaum Muslim melawan kaum Quraisy kemudian dimenangkan oleh kaum Muslim. Lalu terjadilah perang besar-besaran antara keduabelah pihak yang berlangung lama, atas kehendak Allah kaum muslimlah yg menang.
Setelah Perang Badar usai para musuh-musuh mengakui kekuasaan Nabi Muhammad secara de facto dan de jure dalam memegang kekuasaan penuh di Madinah. Walaupun masih ada beberapa pihak yang tidak menyukainya, tapi Nabi Muhammad tetap melanjutkan kepemimpinannya. Tidak lupa Nabi melaksanakan langkah politik seperti mengurus tawanan perang, membagi ghanimah, konsolidasi pasukan guna menjaga serangan Quraisy berikutnya, melakukan negosiasi dengan pihak Yahudi Madinah.[2]
Ada yang berupa respon atas apa yang dihadapi Nabi dan kaum Muslimin seperti peralihan kiblat, perang di bulan suci, perang Badar dan Uhud, masalah tawanan perang dan sebagainya. Ada pula yang berupa kewajiban-kewajiban seperti perintah puasa, zakat, haji dan lain-lain, serta hukum-hukum yang berkenan dengan kehidupa keluarga (munakahat), aturan-aturan tentang jinayah, transakis sosial (muamalah), peeadilan dan sebagainya.

B.  Piagam Madinah
       Piagam Madinah adalah sebuah perjanjian atau kesepakatan yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW ketika tiba di Madinah. Piagam ini berfungsi sebagai konstitusi atau Undang-undang bagi seluruh masyarakat Madinah baik antar sesama muslim maupun antar kedua belah pihak dengan Yahudi yang saat itu juga mendiami kota Madinah.
       Latar belakang ditetapkannya Piagam Madinah diawali ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah dan disambut oleh para penduduk muslim Madinah yang disebut kaum Anshar, Sedangkan semua muslim imigran (dari luar Madinah) disebut kaum Muhajirin. Kedua kaum ini akhirnya saling membaur di Madinah dan membentuk masyarakat Muslim. Pada saat itu masyarakat kota Madinah tidak semua memeluk agama Islam, sebaagian masih musyrik dan Madinah terbagi menjadi kelompok atau kabilah termasuk Yahudi. Walaupun kelompok Yahudi itu tergolong besar di Madinah saat itu, tapi Yahudi tidak mengendalikan politik, politik Madinah saat itu dikendalikan oleh mayoritas mualaf, dan saat Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau diberi kehormatan untuk memimpin kota Madinah. Dengan mempelajari latar belakang masyarakat yang berbeda-beda, Nabi Muhammad SAW pun membuat peraturan yang dewasa ini disebut sebagai Piagam Madinah.
       Berikut ini adalah butir-butir piagam perjanjian tersebut yang disajikan secara ringkas;
       “Bismillahirrahmaanirrahiim, ini adalah perjanjian yang dibuat oleh Muhammad SAW antara kaum Mukmin dan Muslim dari kalangan Quraisy dan Yastrib serta orang-orang yang mengikuti mereka, bergabung dengan mereka serta berjuang bersama mereka:
1.         Mereka adalah umat yang satu yang berbeda dengan umat lainnya.
2.         Golongan Muhajiirin dari suku Quraisy tetap pada kelompok mereka saling bersekutu dalam diyat(ganti rugi atas pelanggaran syari’at yang berupa jinayah/pelanggaran terhadap badan). Menebus tawanan mereka dengan cara yang makruf dan adil di antara  sesama kaum Mukmin. Dan kabilah-kabilah dari kalangan Anshar tetap pada kelompok mereka saling bersekutu dalam diyat. Setiap kabilah mereka menebus tawanan mereka dengan cara yang makruf dan adil di antara sesama kaum Mukmin.
3.         Kaum Mukmin tidak akan membiarkan orang yang dililit utang dan tidak mampu membayarnya d antara mereka, kecuali memberinya secara makruf dalam tebusan ataupun diyat.
4.         Kaum Mukmin yang bertakwa akan memusuhi orang yang melakukan pembangkangan di antara mereka. Mencari-cari alasan berlaku zalim, berbuat dosa, permusuhan dan kerusakan di antara kaum Mukmin.
5.         Mereka semua bersatu menentangnya sekalipun dia adalah anak dari salah seorang mereka.
6.         Seorang Mukmin tidak boleh membunuh seorang Mukmin  dalam rangka membela orang kafir.
7.         Seorang Mukmin tidak boleh menolong orang kafir melawan orang Mukmin.
8.         Perlindungan Allah adalah satu, yang dapat diberikan oleh seorang yang paling di antara mereka kaum Muslim.
9.         Orang Yahudi yang mengikuti kami maka dia berhak mendapatkan pertolongan dan perlakuan sama tanpa dizalimi dan tidak pula ditindas.
10.     Kondisi damai bagi Kaum Mukmin adalah satu, tidaklah seorang Mukmin mengadakan suatu perdamaian tanpa Mukmin lainnya dalam perang di jalan Allah melainkan mendapatkan perlakuan yang sama dan adil di antara mereka.
11.     Orang-orang Mukmin menolak sebagian mereka terhadap bagian yang lain, sehingga darah mereka terlindungi di jalan Allah.
12.     Orang musyrik tidak boleh melindungi harta ataupun jiwa orang Quraisy dan juga tidak boleh menghalangi seorang Mukmin terhadapnya.
13.     Siapa yang membunuh seorang Mukmin yang tidak bersalah, dia harus mendapat hukuman yang setimpal, kecuali jika wali orang yang terbunuh merelakannya.
14.     Semua orang Mukmin wajib untuk membela dan tidak boleh dia berdiam diri.
15.     Orang Mukmin tidak boleh membantu dan melindungi orang yang berbuat bid’ah. Siapa saja yang menolong dan melindunginya, laknat Allah dan kemurkaanNya bagi dirinya di hari kiamat, dan tidak ada tebusan apa pun yang bisa diterima.
16.     Dalam hal apapun kalian berselisih, harus dikembalikan kepada Allah Azza wa Jalla dan Muhammad SAW[3].
            Tetangga yang paling dekat dengan orang-orang Muslim di Madinah adalah orang-orangYahudi. Sekalipun memendam kebencian dan permusuhan terhadap orang-orang Muslim, namun mereka tidak berani  menampakkannya. Beliau (Rasulullah SAW) menawarkan perjanjian kepada mereka (Yahudi), yang intinya memberikan kebebasan menjalankan agama dan memutar kekayaan, tidak boleh saling menyerang dan memusuhi. Perjanjian ini sendiri dikukuhkan setelah pengukuhan perjanjian di kalangan orang-orang Muslim. Inilah butir-butir perjanjian tersebut:
1.      Orang-orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan dengan orang-orang Mukmin. Bagi orang-orang Yahudi agama mereka dan bagi orang-orang Muslim agama mereka, termasuk pengikut-pengikut mereka dan dari mereka sendiri. Hal ini juga berlaku bagi orang-orang Yahudi selain Bani Auf.
2.      Orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri, begitu pula orang-orang Muslim.
3.      Mereka harus bahu-membahu dalam menghadapi musuh yang hendak membatalkan piagam perjanjian ini.
4.      Mereka harussaling menasehati, berbuat bijak dan tidak berbuat jahat.
5.      Tidak boleh berbuat jahat terhadap seorang yang sudah terikat dengan perjanjian ini.
6.      Wajib membantu orang yang dizholimi.
7.      Orang-orang Yahudi harus berjalan seiring dengan oranag-orang Mukmin selagi mereka terjun dalam kancah peperangan.
8.      Yastrib adalah kota yang dianggap suci oleh setiap orang yang menyetujui perjanjian ini.
9.      Jika terjadi sesuatu atau pun perselisihan di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini, yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah Allah dan Muhammad SAW.
10.  Orang-orang Quraisy tidak boleh mendapat perlindungan dan tidak boleh ditolong.
11.  Mereka harus saling tolong-menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang Yastrib.
12.  Perjanjian ini tidak boleh dilanggar kecuali memang dia orang yang zhalim dan jahat.
   Dengan disahkannya perjanjian ini maka Madinah dan sekitarnya merupakan negara yang makmur, ibukotanya Madinah dan presidennya, jika bisa disebut begitu adalah Rasulullah SAW. Pelaksana pemerintahan dan penguasa mayoritas adalah orang-orang Muslim. Sehingga dengan begitu Madinah benar-benar menjadi ibukota bagi Islam[4]

C.    Musyawarah Pada Masa Nabi Muahmmad
Rasulullah SAW adalah orang yang suka bermusyawarah dengan para sahabatnya, bahkan beliau adalah orang yang paling banyak bermusyawarah dengan sahabatnya. Beliau bermusyawarah dengan mereka di Perang Badar, bermusyawarah dengan mereka di Perang Uhud, bermusyawarah dengan mereka di Perang Khandak, beliau mengalah dan mengambil pendapat para pemuda untuk membiasakan mereka bermusyawarah dan berani menyampaikan pendapat dengan bebas sebagai mana di Perang Uhud. Beliau bermusyawarah dengan pera sahabatnya di Perang Khandak, beliau pernah berniat hendak melakukan perdamaian dengan Suku Ghatafan dengan imbalan sepertiga hasil buah madinah agar mereka tidak berkomplot dengan Quraisy. Tatkala utusan Anshar menolak, beliau menerima penolakan mereka dan mengambil pendapat mereka. Di Hudaybiah Rasulullah SAW. bermusyawarah dengan Ummu Salamah ketika para sahabatnya tidak mau bertahallul dari ihram, dimana beliau masuk menemui Ummu Salamah, beliau berkata, "manusia telah binasa, aku menyuruh mereka namun mereka tidak taat kepadaku , mereka merasa berat untuk segera bertahallul dari Umrah yang telah mereka persiapkan sebelumnya." Kemudian Ummu Salamah mengusulkan agar beliau bertahallul dan keluar kepada mereka , dan beliaupun melaksanakan usulanya. Begitu melihat Rasulullah bertahallul, mereka langsung berebut mengikuti beliau.
Rasulullah saw. telah merumuskan musyawarah dalam masyarakat Muslim dengan perkataan dan perbuatan, serta para sahabat dan tabi'in para pendahulu umat ini mengikuti petunjuk beliau, sehingga musyawarah sudah menjadi salah satu ciri khas dalam masyarakat muslim dalam setiap masa dan tempat.[5]


[1]Ridwan.FIQIH POLITIK : Gagasan, Harapan, dan Kenyataan.  FH UII PRESS. 2007  h. 113-114
[2]Ridwan.FIQIH POLITIK : Gagasan, Harapan, dan Kenyataan. Yogyakarta : FH UII PRESS. 2007. h. 132

[3] Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Terj.), 2013. h.131-132
[4]  Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Terj.), 2013. h.135
[5] http://www.gudangmateri.com/2010/08/musyawarah-dalam-islam.html

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.