Ads Top

MAKALAH KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kerajaan Safawiyah merupakan suatu perkembangan lanjut dari tarekat Safawiyah. Pada mulanya Safawiyah berbentuk Negara teoratik.
Pada masa Abbas II, provinsi besar semuanya di perintah oleh Syah, ini membawa akibat negative bagi pemerintah. Safawiyah semakin merosot karena adanya campur tangan dari harem dalam urusan politik. Kelemahan Safawiyah mengundang musuhnya untuk berani merebut kembali daerah kekuasaanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaiman Kerajaan Safawiyah terbentuk?
2.      Siapa saja penguasa Kerajaan Safawiyah?
3.      Bagaimana Kemajuan Kerajaan Safawiyah?
4.      Apa Faktor yang Membuat Kerajaan Safawiyah Mengalami Kemunduran?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembentukan Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berdiri disaat kerajaan Utsmani di Turki mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Safawi ini berasal dari gerakan tarekat di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijin (wilayah Rusia), yang berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani di Turki.
Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din (1252-1334). Kerajaan Safawiyah menganut aliran syi’ah dan ditetapkan sebagai mazhab negaranya. Fanatisme pengikut tarekat Safawiyah yang menentang golongan selain syi’ah mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik. Kecenderungan terhadap politik terwujud pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M) dimana sang imam menambahkan gerakan politik selain gerakan keagamaan.
Hal ini menimbulkan konflik antara tarekat Safawiyah dengan penguasa Kara Koyunlu, salah satu cabang bangsa Turki yang berkuasa di wilayah ini. Sang imam berhasil diusir oleh pihak penguasa dan diasingkan. Selanjutnya sang imam bersekutu dengan Uzun Hasan, seorang pemimpin Al-Koyunlu. Persekutuan imam Junaid dengan Uzun Hasan semakin kuat, akibat pernikahannya saudara perempuan Uzun Hasan. Imam Junaid tidak berhasil meraih supremasi politik di wilayah ini, lantaran upayanya merebut kota Ardabil dan Sircassia mengalami kegagalan.
Sepeninggal imam Junaid, pimpinan tarekat safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama Haidar. Atas persekutuannya dengan Ak-Koyunlu, Haidar berhasil mengalahkan kekuatan al-Koyunlu dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1476 M. Kemenangan ini membuat nama Safawiyah makin besar, dan hal ini tidak dikehendaki oleh Ak-Koyunlu. Persekutuan antara Safawiyah dengan Ak-Koyunlu berakhir oleh sikap Ak-Koyunlu yang memberikan bantuan kepada Sirwan ketika terjadi pertempuran antara pasukan Haidar dengan Sirwan. Pasukan Haidar mengalami kehancuran, dan Haidar sendiri terbunuh dalam pertempuran ini.
Kekuatan safawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan ismail. Selama 5 tahun, ia mempersiapkan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501 M. Pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak-Koyunlu dalam peperangan di dekat Nakhchivan dan berhasil menaklukan Tibriz, pusat kekuasaan Ak-Koyunlu. Di kota ini Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawiyah dan menobatkan diri sebagai raja pertamanya.
B.     Penguasa pada Kerajaan Safawi
Ismail berkuasa selama 23 tahun, yakni antara tahun 1501-1524 M. Hanya selang waktu 10 tahun wilayah kekuasaan Ismail sudah meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent). Ambisi politik mendorongnya untuk terus menambah kekuasaan, namun Ismail terbentur musuh yang sangat jahat dan membenci golongan Syi’ah, yakni Turki Utsmani. Peperangan dahsyat terjadi pada tahun 1514 M di Chaldiran dekat Tabriz dan kemenangan akhirnya berpihak pada Turki Utsmani. Sepeninggal Ismail peperangan antara dua kerajaan besar ini kembali berlanjut pada pemerintahan Tahmasp I, Ismail II, dan Muhammad Khudabanda. Pada masa tiga raja ini, Safawi melemah, selain itu sering terjadi pertentangan antar kelompok dalam negeri.
Munculnya Raja Safawi kelima, Abbas I (1885-1628) mampu memulihkan kekuatan kerajaan Safawi dengan menempuh kebijakan sebagai berikut.
Pertama, mengurangi dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang direkrut dari budak tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, Sircassia.
Kedua, mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani, yaitu ia rela melepaskan wilyah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah lainnya. Dia juga berjanji tidak akan menghina Abu Bakar, Umar, Utsman. Sebagai jaminan atas perjanjian itu, ia menyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istanbul.
Dengaah yang ditempuh tersebut, boleh dikatakan Abbas I membuat kerajaan Safawi kembali menguat. Ia kembali melirik wilayahnya yang sempat lepas. Kemudian ia kembali mencoba menyusun kekuatan militer yang kuat, setelah terbina dengan baik, ia berusaha merebut wilayahnya dari Turki Utsmani. Perbedaan aliran antar kedua kerajaan ini menyebabkan rasa permusuhan yang tidak pernah padam. Pada tahun 1602 M di saat Turki Utsmani berada dibawah kepemimpinan Sultan Muhammad II, Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Pada tahun1622 M, pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz.[1]
C.     Kemajuan pada Kerajaan Safawi
     Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Kerajaan Safawi. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang dapat mengganggu stabiliatas naegara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya. Kemajuan yang dicapai oleh kerajaan safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Dibidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan itu antara lain adalah sebagai berikut :

1.      Bidang Ekonomi
     Stabilitas politik kerajaan samami pada masa kekuasaan Abbas I ternyata telah memicu perkembangan perekonoian Safawi, lebih-lebis setelah kepulauan Huzmus dikuasai dan pelabuhan Gumnrun diubah menjadi Bandar Abbas. Denag dikuasainya bandar ini maka salah satu jalur dagang laun antara Timur dan Barat yang biasanya diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Prancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan safawi.
     Disamping sektor perdagangan, safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bualan sabit subur (Fortile Crescent).

2.      Bidang Ilmu Pengetahuan
     Dalam sejarah Islam bangsaenal sebagai bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
     Ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu: Baha al-Din al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan Sadar al-Din al-Syaerazi,filosof,ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah-lebah. Dalam bidang ini, Kerajaan Safawi bisa dikatakan lebih berhasil dari pada dua kerajaan islam yang lain pada masa yang sama.

3.      Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
     Para penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Istafhan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Dikota itu berdiri bangunan-bangunan yang besar dan indah seperti mesjid-mesjid, rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga dihiasi dengan taman-taman wisata yang ditata secara apik. Ketika Abbas I wafat, di Istafhan terdapat 162 mesjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
     Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitertur bangunan-bangunannya, seperti pada mesjid Shah yang dibangun pada tahun 1611 M, dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun pada tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, pemadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mualai dirinis sejak Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seoang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis itu bernama Bizhad.
     Demikianlan puncak kemajuan yang dcapai oleh Kerajaan Safawi. Seteala itu, kerajaan ini mengalami kemunduran. Kemajuan yang dicapai membuat kerajaan ini menjadi menjadi salah satu dari tiga kerajaaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya terutama dalam bidang politik dan militer. Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam dimasa klasik, kerajaan ini melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni, dan gedung-gedung bersejah.[2]

D.    Kemunduran Kerajaan Safawi
Sepeninggalan Abbas I kerajaan Safawiyah lemah sehingga tidak mampu mempertahankan masa kejayaan kerajaan. Safi Mirza adalah cucu dan sekaligus pengganti Abbas I. Sejak masa ini beberapa wilayah Safawiyah terlepas oleh penguasa lain, misalnya kota Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawiyah, di duduki oleh kerajaan Mughal ketika itu dipimpin oleh Sultan Syah Jihan. Kemudian Ervan, Tibriz, dan Baghdad direbut oleh pasukan Ustman antara tahun 1635-1637 M.
     Abbas II adalah raja yang gemar minum minuman keras, sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Namun[3]Abbas II memiliki semangat perjuangan untuk kerajaan Safawiyah. Ia merebut kembali wilayah Qandahar, namun upaya ini tidak di teruskan oleh para penggantinya. Sulaiman adalah seorang penguasa yang lemah, ia bertindak kejam terhadap pembesar yang di curigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia di ganti oleh Syah Husein yang alim. Pengganti Sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syiah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afganistan.
     Pemerontakan bangsa Afgan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M. di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afganistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Ia berhasil mempersatukan pasukan dengan pasukan Ardabil. Dengan kekuatan gabungan ini, Mir Mahmud berusaha memperluas wilayah kekuasaanya dengan merebut negri-negri Afgan dari Kekuasaan Safawi. Ia bahkan berusaha menguasai Persia.
     Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Syah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan menganggkatnya sebagai gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuan ini, Mir Mahmud menjadi lebih leluasa bergerak. Pada tahun 1721 M, ia dapat merebut Kirman. Tak lama kemudian, ia dan pasukannya menyerang Isfahan, mengepungnya selama enam bulan dan memaksa Syah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M, Syah Husein menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
     Salah seorang putra Husein, bernama Thahmasp II, dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaanya di Kota Astarabat. Pada tahun 1726 M. Thahmasp II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mi Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian, kerajaan Safawi kembali berkuasa. Namun pada bulan Agustus 1732 M. Thahmasp II di pecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, 8 Maret 1736 M, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III.
     Penyebab kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawiyah disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor Internal bahwa sepeninggalan Abbas I kerajaan Safawiyah berturut-turut di perintah oleh enam raja. Pada masa raja tersebut, kondisi kerajaan Safawiyah tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
     Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawiyah. Ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman selaian pecandu berat narkotika, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga sultan Husein.
     Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbasy. Hal ini disebabkan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbasy. Sementara itu, anggota Qizilbasy yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan Qizilbasy sebelumnya.
     Faktor eksternal di antara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerjaan Safawiyah ialah konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawiyah yang beraliran Syiah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaanya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak
ketika tercapai perdamaian pada masa Syah Abbas I.[4]









BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Kerajaan Safawiyah berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di kota Azerbaijan. Nama Sfawiyah diambil dari nama pendirinya Safi Al-Din. Kerajaan Safawiyah adalah salah satu kerajaan yang pernah ada dalam periode pertengahan dan banyak menghasilkan capaian-capaian kemajuan dalam bidang plitik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan seni arsitektur yang monumental.
Semenjak mencapai kemajuan, kerajaan ini mulai mengalami gerak menurun hingga membawa keruntuhannya. Dua faktor penyebab internal dan eksternal. Internal antara lain setelah Abbas I tidak ada pengganti yang kuat dan berwibawa, penguasa di belakangnya sudah cacat moral yang hanya suka hidup bersenang-senang dan tidak mengurus pemerintahnnya. Eksternal adanya konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani.

B. Saran
     Dalam pembuatan maklah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami dari penulis sangat menantikan kritik dan saran yang membangun bagi pembaca.











DAFTAR PUSTAKA

Dr. Muslih, MA, 2018 Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Walisongo Press
Dr Abd. Rahim Yunus, Drs. Abu Haif, 2013, Sejarah Islam Pertengahan, Yogyakarta : penerbit ombak



[1]  Dr. Muslih, MA, 2018 Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Walisongo Press, hlm 231-235
[2] Dr. Badri Yatim, M.A. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003), hlm. 143-145
[3]   Dr. Muslih, MA, 2018 Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Walisongo Press, hlm 237
[4] Dr Abd. Rahim Yunus, Drs. Abu Haif, Sejarah Islam Pertengahan, Yogyakarta : penerbit ombak, 2013, hlm 242.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.