Ijazul Qu'an (Keistimewaan Al-Quran)
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. Kemukjizatan disini bersifat maknawi(abstrak), bukan sebagai mukjizat yang bersifat mahdziy(fisik), seperti menyembuhkan kebutaan dan penyakit lepra, mengubah tongkat menjadi seekor ular dan lain-lain yang lekas hilang seketika.
Berkenaan dengan kemukjizatan al-Qur’an itu, Nabi Muhammad SAW. pernah menantang kaum kafir Quraisy supaya membuat semisal al-Qur’an, ternyata mereka tidak sanggup, kemudian ditantang agar membuat sepuluh surat saja semisal al-Qur’an, dan akhirnya mereka ditantang membuat satu surat saja, ternyata tidak sanggup dan mereka mengaku tidak mampu membuatnya.
Mukjizat Nabi Muhammad saw yang bersifat maknawi dan tidak berupa kejadian fisik (kasat mata) sebagaimana mukjizatnya para Nabi terdahulu adalah sesuai dengan universalitas dan kelanggengan syari’at yang dibawa oleh beliau. Karena mukjizat yang terjadi secara temporal, lokal dan material tidak dapat diketahui secara universal karena tidak dapat diketahui oleh generasi berikutnya kecuali hanya berupa berita-berita yang tidak dapat disaksikan oleh mata.
Adapun mukjizat yang bersifat maknawi akan tetap langgeng yang bersamaan dengan bukti kerisalahan sampai hari kiamat. Karena Nabi Muhammad saw diutus untuk seluruh umat manusia, dimana dan kapanpun hingga akhir zaman, maka bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW bersifat universal, kekal dan dapat dipikirkan serta dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia. Disinilah terletak fungsi al-Qur’an sebagai mukjizat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian I’jaz Al- Qur’an .....?
2. Apa Fungsi I’jaz Al- Qur’an .....?
3. Apa Tujuan Adanya I’jaz Al-Qur’an .......?
4. Macam-Macam Mu’jizat Al-Qur’an ......?
5. Bagaimana Segi Ke-Mu’jizatan Al-Qur’an .....?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian I’jaz Al-Quran
I’jaz dari segi bahasa (etimologi), i’jaz berasal dari kataa’jaza yu’jizu i’jazan yang artinya melemahkan, memperlemah, atau menetapkan kelemahan. Kata i’jaz sendiri awalnya berasal dari kata dasar a’jaza yang artinya lemah atau tidak mampu.seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku mendapati Zaid tidak mampu”. [1]
Sedangkan menurut istilah i’jaz didefinisikan oleh Manna Khalil al-Qaththan dan Ali al-Shabunydalam tulisan Usman. Manna Khalil al-Qaththan mendefiniskan i’jaz sebagai “menampakan kebenaran Nabi saw dalam pengakuan orang lain, sebagai seorang rasul utusan Allah swt. dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Quran dan kelemahan-kelemahan generasi-generasi sesudah mereka.” SementaraAli al-Shabunymengartikan i’jaz sebagai “menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok atau bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya…”
Jadi i’jaz ini upaya untuk menegaskan kebenaran seorang nabi dan pada saat yang sama ia juga menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan mengingkari kenabian. Wajar dalam konsep i’jaz ini kalau konsepsi kenabian diklaim sebagai kebenaran yang tidak bisa dibantah, apalagi dikalahkan.
2. Fungsi dan Tujuan ‘Jiaz Al- Qur’an
Sementara itu tujuan dan fungsi i’jaz sendiri ialah:
• Tujuan i’jaz yaitu diantaranya:
- Untuk melemahkan dan mengalahkan usaha orang-orang yang menentang seruan para rasul
- Mendorong orang berpikir dan membuka pintu-pintu imu pengetahuan
- Untuk menyempurnakan ajaran-ajaran kitab
• Sementara itu fungsi i’jaz sendiri ialah sebagai bukti kebenaran para nabi. Keluarbiasaan yang tampak atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan sebagai ucapan Tuhan: “Apa yang dinyatakan sang nabi adalah benar. Dia adalah utusan-Ku, dan buktinya adalah Aku melakukan mukjizat itu.” Mukjizat al-qur’an juga merupakan mukjizat yang dapat diindera dan dibuktikan oleh seluruh umat sampai hari kiamat.[2]
3. Macam-Macam Mu’jizat Al-Qur’an
Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indriawi lagi tidak kekal, dan mukjizat imaterial, logis, lagi dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu kesemuanya merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indriawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya.
Perahu Nabi Nuh a.s. yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dasyat; tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar; Tongkat Nabi Musa a.s. yang beralih wujud menjadi ular; penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain. Kesemuanya bersifat material indriawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat nabi tersebut berada, dan berakhir dengan wafatnya masing-masing nabi. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW. yang sifatnya bukan indriawi atau material, namun dapat dipahami oleh akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Quran dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya di mana pun dan kapan pun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama, para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw., ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan Nabi Muhammad SAW. yang diutus untuk seluruh umat hingga akhir zaman, sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap dipaparkan kepada setiap orang yang ragu dimanapun dan kapanpun mereka berada. Jika demikian halnya, tentu mukjizat tersebut tidak mungkin bersifat material, karena kematerialan membatasi ruang dan waktunya.
Kedua, manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Auguste Comte (1798-18557) berpendapat bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase.
Fase pertama adalah fase keagamaan, dimana (karena keterbatasan manusia) ia mengembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi kepada kekuatan tuhan atau dewa ang diciptakan oleh benaknya
Fase kedua adalah fase metafisika. Dalam fase ini, manusia menafsirkan gejala atau fenomena yang ada dengan mengembaliknnya pada prinsip-prinsip yang merupakan sumber awal atau dasarnya. Manusia ada awalnya, demikian juga pohon, binatang, dan lain-lain.
Fase ketiga adalah fase ilmiah dimana manusia menafsirkan fenomena yang ada berdasarkan pengamatan yang teliti dan berbagai eksperimen hingga diperoleh hukum alam yang mengatur fenomena itu
Tanpa memasuki perincian pandangan tersebut, serta kritik-kritik yang diajukan terhadapnya, secara umum dapat dibenarkan bahwa manusia mengalami perkembangan dengan cara berpikirnya. Salah satu dampaknya adalah menyangkut pembuktian kebenaran (mukjizat) yang dipaparkan oleh para nabi.
Umat para nabi (khusunya sebelum nabi Muhammad SAW) amat membutuhkan bukti kebenaran yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Nah, ketika itu, bukti tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indra
“jika kamu tidak melihat tanda dan mukjizat, maka kamu tidak akan percaya.”Demikian sabda nabi Isa A.S. yang diabadikan ke dalam perjanjian baru, Yahya IV: 48. Pada saat lain beliau bersabda, “jikalau aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepadaku” (Yahya X: 37)
Tetapi, setelah manusia mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, maka bukti yang bersifat indriawi tidak dibutuhkan lagi. Itu sebabnya nabi Muhammad SAW. ketika dimintai bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau diperintahkan oleh Allah untuk menjawab,
“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya bukti (mukjizat yang bersifat indriawi yang kalian minta itu) datangnya dari sisi Allah. Aku hanya sekedar pembawa berita yang nyata. (Q.S Al’Ankabut {29}: 50)
Allah melanjutkan jawaban tersebut, dengan firman-Nya :
“Apakah mereka (tidak berpikir sehingga) belum merasa cukup bahwa Kami telah menurunkan Alqur’an yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat rahmat dan peringatan bagi orang-orang yang ingin percaya. (Q.S Al ‘Ankabut {29]: 51)
Jadi dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa macam-macam mukjizat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mukjizat yang bersifat material indriawi lagi tidak kekal ( seperti Nabi Ibrahim a.s. yang tidak terbakar dalam kobaran api ) dan mukjizat imaterial, logis,lagi dapat dibuktikan sepanjang masa ( Al Quran ).[3]
Sumber yang lain mengatakan bahwa macam-macam mukjizat terbagi menjadi 4 bagian yaitu,
1. Mukjizat Kauniyah .
Mukjizat kauniyah adalah mukjizat yang berkaitan dengan peristiwa alam, seperti di belahnya bulan menjadi dua oleh Nabi Muhammad SAW. dan dibelahnya laut merah oleh Nabi Musa a.s. dengan tongkatnya.
2. Mukjizat Syakhsiyah.
Mukjizat Syakhsiyah adalah mukjizat yang keluar dari tubuh seorang nabi dan rasul, seperti air yang keluar dari celah-celah jari Rasulullah SAW, cahaya bulan yang memancar dari tangan Nabi Musa a.s. serta penyembuhan penyakit buta dan kusta oleh Nabi Isa a.s.
3. Mukjizat Salbiyyah
Mukjizat Salbiyyah adalah mukjizat yang membuat sesuatu tidak berdaya seperti ketika Nabi Ibrahim a.s. dibakar oleh Raja Namrud, akan tetapi api tidak mampu membakarnya.
4. Mukjizat Aqliyyah
Mukjizat Aqliyyah adalah mukjizat yang rasional atau masuk akal. contohnya satu-satunya adalah Al Qur’an. [4]
4. Segi Kemu’jizatan Al-Qur’an
Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy dalam tulisan Usman menyebutkan segi-segi kemukjizatan al-Quran, yaitu:
1. Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-orang Arab
2. Gaya bahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh bangsa Arab
3. Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia
4. Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya
5. Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu al-Quran itu sendiri
6. Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan
7. Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan al-Quran
8. Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahaun alam (tentang jagat raya).
9. Dapat memenuhi kebutuhan manusia
10. Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-musuhnya
11. Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan. [5]
Al-Mawardi dalam tulisan Hasbi ash-Shiddiqie menerangkan dua puluh hal yang menunjukan kemukjizatan al-Quran, yaitu:
1. Kefashahan al-Quran dan cara penjelasannya
2. Keringkasan lapad al-Quran, tapi sempurna maknanya
3. Nazham uslub-nya yang unik. Ia tidak termasuk ke dalam kalam yang ber-nadzam, tidak termasuk ke dalam syi’ar, tidak bersajak dan bukan pula bersifat khatbah.
4. Banyak makna-maknanya yang tidak dapat dikumpulkan oleh oleh pembicaraan manusia.
5. Al-Quran mengumpulkan ilmu-ilmu yang tidak dapat diliputi oleh manusia dan tidak dapat berkumpul pada seseorang.
6. Al-Quran mengandung berbagai hujjah dan keterangan untuk menetapkan ketauhidan dan menolak i’tiqad-i’tiqad yang salah
7. Al-Quran mengandung khabar-khabar orang yang telah lalu dan umat-umat purbakala.
8. Al-Quran mengandung khabar-khabar yang belum terjadi, kemudian terjadi persis sebagaimana yang dikhabarkan.
9. Al-Quran menerangkan isi-isi hati yang tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah sendiri.
10. Lafad-lafad al-Quran melengkapi jazal mustarghab dan sahlal-mustaqrab. Dalam pada itu, tidak dipandang sukar jazal-nya dan tidak dipandang mudah sahl-nya.
11. Pembacaan al-Quran mempunyai khushusiyah dengan kelima penggerak yang tidak didapatkan pada selainnya. Pertama, kelembutan tempat keluarnya. Kedua, keindahan dan kecantikannya. Ketiga, mudah dibaca nadzam-nya dan saling berkaitan satu sama lain.Keempat, enak didengar, dan kelima, pembacanya tidak jemu membacanya dan pendengarnya pun tidak bosan mendengarnya.
12. Al-Quran dinukilkan dengan lafad-lafad yang diturunkan. Jibril menyampaikannya dengan lafad dan nazham-nya. Rasul pun meneruskan kepada umat persis sebagaimana yang diterima dari Jibril.
13. Terdapat makna-makna yang berlainan di dalam sesuatu. Yakni di dalam sesuatu surat itu kita mendapatkan berbagai rupa masalah. Kemudian masalah-masalah itu kita temukan di dalam surat-surat lain
14. Perbedaan ayat-ayatnya, ada yang panjang dan ada yang pendek, tidak mengeluarkan al-Quran dari uslub-nya.
15. Walaupun kita sering sekali membacanya, namun kita tidak dapat mencapai kepashahannya, karena al-Quran itu di luar tabi’at manusia.
16. Al-Quran mudah dihapal oleh segala lidah.
17. Al-Quran itu lebih tinggi dari segala martabat pembicaraan. Martabat pembicaraan terbagi tiga:
a. Mantsur yang dapat dibuat oleh segenap manusia.
b. Syi’ir yang hanya dapat disusun oleh sebagian manusia
c. Al-Quran melampaui kedua martabat itu. Martabatnya tidak sanggup
dicapai oleh golongan a dan b.
18. Tambahan yang disisipkan atau pengubahan lafad-lafadnya dapat diketahui.
19. Tidak ada umat yang sanggup menentang al-Quran.
20. Allah memalingkan manusia dari menentangnya.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:
1. I’jaz adalah upaya untuk menegaskan kebenaran seorang nabi dan pada saat yang sama ia juga menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan mengingkari kenabian. Sedangkan Mukjizat adalah Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu
2. Mukjizat terbagi menjadi dua, yaitu mukjizat material indrawiyang bersifat tidak kekal dan berlaku untuk jaman tertentu, dan mukjizat immaterial, bersifat kekal dan abadi, yang dapat dibuktikan sepanjang masa, dan berlaku sampai dunia ini berakhir.
3. Unsur mukjizat ada empat, yaitu hal atau peristiwa yang luar biasa, terjadi atau dipaparkan oleh seorang nabi, mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian, dan tantangan tersebut tidak mampu dilayani.
4. Menurut Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy, segi-segi kemukjizatan al-Quran ada sebelas, sementara menurut al-Mawardi ada dua puluh. Segi-segi kemukjizatan tersebut saling berkaitan satu sama lain.
B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisanMakalah ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna. Masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini, karena kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/ kritikan dari kalian semua, agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an Bapak Ahmad arif junaedi M.Ag Yang telah memberi kami tugas membuat Makalah ini demi kebaikan diri kamisendiri dan untuk orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Pasya Ahmad Fuad,2004 Dimensi Sains Al-Qur’an, Solo; PT.Tiga Serangkai Pustaka Maniri .
Mustamar, Eka. 2007. MUKJIZAT AL-QUR’AN.Bandung:PT Mizan Pustaka.
M.Quraish Shihab,2007,Mukjizat Al-Quran Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib,Bandung: Mizan Pustaka.
Manna khalil,khatan,1992, Mabahis Fi Ummul Qur’an, Jakarta; Lentera Pustaka.
https://www.bacaanmadani.com/2016/12/pengertian-mukjizat-dan-macam-macamnya.html?m=1Selasa, 07 November 2017 ,22:34
[1] Pasya ahmad fuad,2004, Dimensi Sains Al-Qur’an, solo; PT.Tiga serangkai pustaka maniri , hal 15
[2] Mustamar, Eka. 2007. MUKJIZAT AL-QUR’AN.(Bandung:PT Mizan Pustaka) hal 26
[3] M.Quraish Shihab,2007,Mukjizat Al-Quran Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib,Bandung: Mizan Pustaka, hlm. 38-44.
[5] Manna khalil,khatan,1992, Mabahis Fi Ummul Qur’an, Jakarta; Lentera Pustaka. Hal 152
[6] Manna khalil,khatan,1992, Mabahis Fi Ummul Qur’an, Jakarta; Lentera Pustaka Hal 156
Tidak ada komentar: