Makalah Pengertian Ilmu Hukum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Tauhid
Ajaran islam tidak hanya memfokuskan iman kepada Allah sebagai keharusan fitrah manusia, namun lebih dari itu memfokuskan akidah tauhid yang merupakan dasar akidah dan jiwa keberadaan islam.[1]
Secara etimologi istilah tauhid berasal dari bahasa arab akar kata wahida- yuhidu –tauhidan. Kata wahida itu sendiri dalam bahasa arab berarti Esa. Istilah tauhid dalam bentuk masdar tidak pernah digunakan secara ekplisit, Di dalam Al quran hanya akar katanya saja yakni wahida dan ahada. Adapun akar kata wahda dan ahada dalam Al-Quran dalam surah Al Baqarah ayat 21[2]:
الذي جعل لكم الارض فراشا والسماء وانزل من السماء ماءافاخرج به من الثمرت رزقالكم فلا تجعلوا لله اندادا وانتم تعلمون
“ Wahai manusia! Sembahlah Tuhan Mu yang telah menciptakan kamu dan orang orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”
Secara terminologi Ilmu Tauhid dipahami sebagai ilmu yang menetapkan akidah agama yang membahas alasan-alasan untuk mempertahankan akidah dan membantah kemusyrikan dengan dalil aqliyah.[3]
Sejarah menunjukkan,bahwa pengertian manusia terhadap tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak diutusnya Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW yang membawa ajaran bahwa tuhan alam semesta ini yaitu Allah SWT Yang Maha Esa.[4]
B. Faktor Pendorong Munculnya Ilmu Tauhid
Munculnya Ilmu Tauhid menurut kajian ilmiah dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian para ahli membagi faktor-faktor pendorong munculnya Ilmu Tauhid menjadi dua jenis yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, yaitu berasal dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Faktor-faktor internal yang mempengaruhinya yaitu :
a. Dorongan dan Pemahaman Al-Qur’an. Al-Qur’an dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu merenungi ayat-ayatNya. Dengan demikian orang-orang yang sesat adalah mereka yang menggunakan akal.
Harun nasution memberikan contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk menggunakan akalnya sebagaimana berikut ini. Nazara, melihat secara abstrak dalam arti berfikir dan merenungkan.
Yang menggunakan kata ini antara lain: Surat Qaf ayat 6 dan Surat Ath-Thoriq ayat 5. Disamping itu, Al Quran pun banyak menyinggung dan membantah golongan-golongan atheis, Musyrikin dan mereka yang tidak mengakui keputusan Nabi. Adanya golongan-golongan tersebut, Disamping adanya perintah Tuhan dalam ayat-ayat Al Quran sudah barang tentu bagi kaum muslimin untuk mengemukakan alasan-alasan kebenaran golongan yang menentang keyakinan yang benar.[5]
b. Persoalan Politik
Faktor ini secara khusus memunculkan madzhah-madzhab pemikiran di lingkungan umat islam, Khususnya pada awal perkembangannya. Faktor ini mulai terlihat pada persoalan tentang imamah (khilafah) yang kemudian menyebabkan perbedaan pendapat, Bahkan perpecahan umat islam. Permasalahan ini di mulai ketika Rasulullah SAW meninggal dunia serta terbunuhnya utsman bin affan dimana antara golongan yangsatu dengan yang lain saling mengkairkan dan menganggap golongannya sebagai golongan yang benar.
c. Peristiwa Majelis Tahkim
Peristiwa tersebut terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menjadi pemicu khusus munculnya aliran-aliran pemikiran dalam islam yakni khowarij,syiah, dan murji'ah yang memiliki cara pandang atau doktrin-doktrin yang berbeda-beda.[6]
2. Faktor Eksternal
Banyak dari pemeluk islam yang mula-mula beragama yahudi,nasrani setelah pemikiran mereka tenang yang sudah tenang dan mulai berpegang teguh dengan islam. Mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan dimasukkannya di dalam ajaran-ajaran islam.
Golongan islam yang dulu terutama golongan Mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran agama islam dan membantah alasan-alasan ereka yang memusuhi islam. Kaum muslimin memakai filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya. Para Mutakalim ingin mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, dengan mempelajari logika dan filsafat dari segi ketuhanan. Dari sinilah Ilmu Tauhid berkembang menjadi disiplin ilmu keislaman yang pokok.
Namun demikian walaupun Tauhid berkembang menjadi disiplin ilmu hasil perenungan manusia, akan tetapi memiliki kedudukan yang tinggi dalam kehidupan umat islam. Hal ini dikarenakan Ilmu Tauhid memiliki keistimewaan tersendiri sejak kemunculannya yakni :
1. Sumber rujukan Ilmu Tauhid adalah wahyu (Al-Qur’an dan Hadits)
2. Walaupun Tauhid merupakan hasil renungan manusia akan tetapi bukan manusia biasa yaitu, melainkan manusia pilihan yag memiliki otoritas keilmuan.
3. Walaupun sebagai ilmu akan tetapi Ilmu Tauhid berawal dari dogma atau doktrin agama.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN ILMU TAUHID
a. Masa Nabi Muhammad SAW
Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup persoalan tauhid relative tidak nampak. Hal ini dikarenakan seluruh persoalan tauhid dapat terselesaikan dengan bimbingan wahyu. Adapun perkembangan tauhid pada masa ini lebih dikenal sebagai upaya penanaman ajaran tauhid.
Perkembangan tauhid pada masa Nabi Muhammad SAW secara keseluruhan dapat diklarifikasi menjadi dua period yaitu periode Makkah dan Madinah. Pada masa periode Makkah perkembangan tauhid yang disampaikan Nabi Muhammad SAW lebih dicirikan dengan prioritas dan juga penekanan tauhid secara murni. Dalam catatan sejarah periode ini Nabi menyeru kepada kaumnya selama tiga tahun secara individu kepada tauhid. Adapun metode dalam menyampaikan ajaran tauhid adalah dengan menghadapkan pandangan kaumnya kepada realitas alam dan akal sehat. Sesudah tiga tahun lamanya barulah Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu untuk mendakwahkan agama secara terang-terangan di hadapan umum. Masa ini didahulu dengan turunnya firman Allah SWT:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”(Q.S Al Hijr: 94)
Menurut sejarah selama kurang lebih tiga belas tahun Nabi Muhammad SAW berjuang menanamkan tauhid dan aqidah di Makkah. Hal ini membuktikan bahwa tauhid adalah dasar tegaknya bangunan agama. Pada masa ini hanya sedikit hukum-hukum yang disyari’atkan dalam periode Makkah. Dan Al-Qur’an yang diturunkan dalam masa ini kurang dari 2/3 jumlah seluruhnya. Karena itu dalam surat Makkiyah tidak terdapat ayat-ayat hukum seperti surat Yunus, Ar Ra’du, Yasin dan Al Furqon. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah adalah berisikan tentag hal-hal yang mengenai aqidah kepercayaan, akhlak dan sejarah.
Namun berbeda dengan periode di Madinah nuansa dakwah Nabi Muhammad SAW bergeser kepada prioritas hukm-hukum islam.
Hal ini dikarenakan pada masa ini secara umum umat islam aqidahnya sudah sangat kokoh. Di sisi lain perkembangan umat islam yang sangat pesat dan pengikutnya terus menerus bertambah.
Sehingga secara alami umat islam membutuhkan syariat dan peraturan yang kokoh untuk mengatur hubungan antara anggota masyarakat satu dengan lainnya, baik dalam masaa damai atau perang. Kondisi ini dibuktikan dengan diturunkannya surat-surat Madaniyah seperti surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa’, Al Maidah, Al Anfal, At Taubah, An Nur, Al Ahzab yang banyak mengandung ayat-ayat hukum di samping mengandung ayat-ayat aqidah, akhak, sejarah dan lain-lain.
b. Masa Khulafa’ al-Rasyidin
Pada masa ini perkembangan tauhid mengalami perubahan yang cukup tajam. Meskipun implementasi ajaran islam kaum muslimin pada saat ini sangat istimewa. Hal ini dilihat dari pemikiran dan akhlak para sahabat dalam menjalankan kepemimpinan islam. Pada umumnya para sahabat memandang posisi dan jabatan adalah media paling mulia untuk beramal sholeh demi kejayaan agama dan umat manusia, bukan untuk kepentingan pribadi dan golongan ataupun keluarga. Kepentingan agama dan umat manusia di atas segalanya. Dengan kata lain pengamalan tiga pilar islam yaitu iman, islam dan ihsan terlihat sangat jelas.
Perubahan tajam perkembangan tauhid pada masa ini umumnya dipahami karena dua hal yakni:
1. Terputusnya wahyu
2. Meningkatnya persoalan kemasyarakatan.
Kedua faktor ini menjadi pemicu munculnya perselisihan diantara umat islam. Faktor pertama dengan meninggalnya Nabi Muhammad SAW maka tidak ada otoritas kebenaran dari pertanyaan yang muncul di masyarakat sehingga secara alami berpotensi menjadi perselisihan. Faktor kedua bertambahnya persoalan umat islam terutama terkait dengan perluasan wilayah dan kekuasaan menjadi sumber perselisihan berikutnya.
Menurut para ahli ilmu kalam persoalan yang berpengaruh secara khusus terhadap perkembangan ilmu tauhid adalah persoalan pilitik. Persoalan politik yang terjadi dikalangan umat islam secara bertahap kemudian menjalar dalam persoalan akidah. Persoalan politik pertama yang dihadapi umat islam adalah terkait dengan suksesi kepemimpinan kepala negara. Umat islam yang terdiri dari kelompok muhaajirin dan anshor berselisih pendapat dalam menentukan pengganti Kepala Negara.
Persoalan politik umat islam semakin tajam manakala terjadi pemberontakan dan perang saudara dikalangan umat islam sendiri. Peristiwa terbunuhnya para sahabat terbaik Nabi seperti Umar bin Khatab dan Utsman bin Affan semakin memperuncing persoalan politik di kalangan umat islam. Puncaknya terjadi pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Tholib ketika perang Siffin antara pasukan Ali dan Muawiyah yang berakhir dengan tahkim (perundingan).
Peristiwa tahkim ini kemudian menimbulkan perpecahan antara umat islam menjadi tiga golongan yakni Syiah (pengikut sahabat Ali yang setia), Khawarij (kelompok yang menentang kedua pihak, sahabat Ali dan Muawiyah) dan Murjiah (kelompok netral). Persoalan politik yang dialami umat islam tersebut kemudian menjadi persoalan aqidah dengan munculnya persoalan dosa besar. Apa hukumnya orang beriman melakukan dosa besar. Dengan demikian, hukum orang berima melakukan dosa besar menjadi jembatan terjadinya perubahan dari persoalan politik menjadi tauhid/teologi.
Persoalan tersebut semakin berkembang dengan masuknya konsep teologi dari non Islam ( Yahudi, Nasrani, dan terutama Filsafat). Masuknya konsep dari luar dalam persoalan tauhid islam menurut para ulama kalam melalui dua jalur yakni dari para muallaf yang masih terpengaruh oleh konsep agama lamanya (yahudi dan nasrani), kedua dari banyaknya umat islam yang tertarik belajar filsafat. Dengan demikian masuknya pemikiran dari luar terutama filsafat dalam persoalan teologi menjadi pendorong utama terbentuknya kajian tauhid sebagai disiplin ilmu. Tauhid sebagai ilmu baru terbentuk pada abad ke 3 Hijriyah, Tepatnya pada zaman pemerintahan khalifa Al-Makmun (813-833 M) Khalifah ke 7 dinasti abbasiyah. Pada masa ini perkembangan ilmu tauhid memasuki babak baru.
Secara khusus tumbuhnya ilmu tauhid pada abad ke 3 Hijriah adalah di dorong oleh kebutuhan umat islam untuk menjawab persoalan terkait bagaimana cara memahami dan mempertahankan tauhid secara benar. Hal ini dikarenakan pada masa ini umat islam banyak bersentuhan dengan masyarakat non muslim. Bahkan tidak jarang umat islam diminta untuk menjelaskan konsep akidahnya.
Disisi lain ajaran ilmu tauhid sebagai akidah islam memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan ajaran yang lain. Adapun karekteristik tauhid yaitu ajaran tersebut bersifati’tiqadiyah yaitu ajaran yang hanya berkaitan dengan keyakinan hati bukan ajaran yang bersifat amaliah. Maka dari itu penanaman akidah hanya bisa di dukung logika akal sehat, Dengan begitu menjaga akidah agar tetap lurus adalah dengan di imbangi logika akal sehat. Sehingga satu-satunya cara dalam menjawab persoalan akidah sepeninggalan Nabi Muhammad SAW dengan mengkaji konsep-konsep tauhid dalam sumber utamanya yakni Al Qur’an dan Hadist ( Al anam : 151).
Tercatat bahwa orang pertama yang berupaya menyusun ilmu tauhid secara sistematis ialah Abu Hasan Al-Asyari (260-362 H) dan Abu Manshur Al-Maturidi (280-332 H) kedua tokoh ini berupaya menjelaskan pokok-pokok ajaran tauhid secara logis dan sistematis. Keduanya memiliki reputasi yang sangat baik di masyarakat pada saat itu. Mereka adalah ulama yang memiliki ilmu ketakwaan,akhlak,dan kearifan yang tinggi. Sehingga kedua tokoh ini dikenal sebagai pelopor kelahiran ilmu tauhid.[7]
[1] Arif Wibowo;dkk, Serial Al-Islam dan Kemuhammadiyahan:STUDI ISLAM 2, Lembaga Studi Islam, Surakarta, 1999, hlm.16
[2] Agus Khunaifi, Ilmu Tauhid: Sebuah Pengantar Menuju Muslim Moderat, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang, 2015, hlm. 49
[3] Ibid, hlm. 53
[4] Taib Thahir Abd. Mu’in, Ilmu Kalam, Widjaya Jakarta, Jakarta, 1975, hlm. 19
[5] Agus Khunaifi, Ilmu Tauhid: Sebuah Pengantar Menuju Muslim Moderat, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang, 2015, hlm. 64
[6] Ibid, hlm. 65
[7] Agus Khunaifi, Ilmu Tauhid: Sebuah Pengantar Menuju Muslim Moderat, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang, 2015, hlm. 73
Tidak ada komentar: