Ads Top

Peraturan, peristiwa, akibat dan hubungan Hukum

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peraturan Hukum
Dimana ada masyarakat maka disitu ada hukum. Kebaradaan hukum sebenarnya tidak hanya diartika sebagai sarana menertibkan kehidupan masyarakat, melainkan juga dijadikan sarana yang mampu mengubah pola pikir dan pola prilaku warga masyarakat[1]
            Hukum merupakan kesepakatan dalam masyarakat tentang bagaimanan cara menjalin hubungan antar anggota masyarakat, mana yang boleh dilakukan manayang tidak boleh dilakukan[2]. Jikata terjadi sengketa atau permasalahan makamakan di selesaikan oleh hukum yang ada. Agar mempermudah masyarakata guna memahami maka dibuatlah suatu peraturan hukum yang isinya berupa kaidah-kaidah yang boleh dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan yang keberadaannya bersifat mengikat dan mempunyai daya paksa[3].
            Kekuatan suatu peraturan hukum meliputi kekuatan yang berlaku secra yuridis, filosofis, dan sosiologis. Kekuatan secara yuridis bisa diartikan nbahwasuatu peraturan hukum dibentuk oleh lembaga yang berwenang dalam prosedur atau tat cara pembuatan hukum. Misal, perbuatan hukum berupa undang-undang maka maka yang mempunyai wewenang adalah hal ini yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan presiden.
            Kekuatan secara filosofis dan sosiologis berkaitan dengan substansi hukum. Kekuatan secara filosifis haruslah sejalan dengan cita-cita hukum suatu negara. Bila di Indonesia cita hukumnya ialah masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan pancasila. Kemusian kekuatan secara sosiologis yaitu bahwa pemberlakuannnya bisa di terima masyarakat.
            Mengenai aturan hukum tidak terlepas dari berbagai peraturan atau nirma yang berlaku di masyarakat. Kepatuahan atau ketidak patuhan terhadap suatu hukum pasti akan berimplikasi. Bagi mereka yang menolak peraturan atau norma moral tidak akan menjadi orang yang shiddiq.

B.     Peristiwa Hukum
Peristiwa hukum (Bld.: rechsfeit) adalah peristiwa yang membawa akibat yang diatur oleh hukum[4]. Akibat hukum yang diatur mencakup hukum perdata terutama terjadi hilangnya hak.
Peristiwa hukum terjadi karena :
1.      Perbuatan subjek hukum. Perbuatan subjek hukum terdiri atas :
a.       Perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang membawa akibat hukum karena dalam hukum dianggap akibat hukum itu dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan. Perbuatan hukum terbagi atas :
1)      Perbuatan huku bersegi (sepihak), yaitu perbuatan hukum yang cukup dengan peernyataan kehendak satu pihak saja. Contoh pembuatan surat wasiat (testament). Tidak ada syarat persetujuan pihak penerima wasiat dengan pemberiwasiat.
2)      Perbuatan hukum bersegi (timbal balik), yaitu perbuatan hukum yang menyaratkan terjadinya kesepakatan antara dua pihak atau lebih. Contohnya yaitu jual beli.
b.      Perbuatan berakibat hukum terlepas dari kehendak pelaku. Yaitu perbuatan yang sebenarnya tidak dikehendaki untuk menimbulkan akibat hukum tetapi hukum tetap mengikatkan akibat hukum. Maksudnya apakah pelaku itu menghendaki atau tidak menghendaki akibat hukum tersebut tidak menjadi persoalan, dimana undang-undang sudah menetapkan suatu akibat hukum tertentu.
Perbuatan hukum berakibat hukum terlepas dari kehendak pelaku ini terdiri atas:
1)      Perbuatan melawan hukum (Bld.: onrechtmatigedaad).
Dalam pasal 1365 KUHPerdata ditentukan bahwa, tiap perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad), yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang kena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Misalnya perbuatan seorang pengemudi mobil yang secara tidak sengaja menabrak pejalan kaki yang sedang menyebrang jalan. Dalam hal ini Pasal 1365 KUHPerdata menentukan adanya akibat hukum tertentu, yaitu kewajiban mengganti kerugian, terlepas dari kehendak si pelaku perbuatan melawan hukum.
2)      Perbuatan yang tidak melawan hukum. Contoh-contohnya, yaitu:
a)      Perwakilan benda secara sukarela (Bld.: vrijwillige zaakwaarneming).
Dalam Pasal 1354 KUHPerdata ditentukan bahwa seorang dengan sukarela , dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang lain, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga yang diwakili kepentingannya dapt mengerjakan sendiri urusannya itu.
b)      Pasal 699 sub 2 jo 698 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu membuang sebagian dari muatan kapal untuk kepentingan keselamatan kapal, untuk itu kerugian yang mempunyai muatan yang dibuang dibebankan pada kapal, barang-barang, dan muatan.
c)      Peristiwa lain yang bukan perbuatan subjek hukum, seperti kelahiran, kematian, dan kadaluwarsa.
  
C.     Akibat Hukum
Akibat hukum adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh hukum, terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum (Achmad Ali, 2008:192). Akibat hukum merupakan suatu akibat dari tindakan yang dilakukan, untuk memperoleh suatu akibat yang diharapkan oleh pelaku hukum. Akibat yang dimaksud adalah akibat yang diatur oleh hukum, sedangkan tindakan yang dilakukan merupakan tindakan hukum yaitu tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. (Soeroso, 2006:295)[5].
Akibat hukum ada karena ada suatu sebab yang mengakibatkan timbulnya akibat hukum. Yaitu oleh pelaku/subjek hukum.

D.    Hubungan Hukum
Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain.[6]
Hukum mengatur hubungan antara individu dengan individu, antara masyarakat dengan masyarakat atau antara individu dengan masyarakat. Jadi, dalam hubungan hukum ada ikatan-ikatan yang terbentuk baik antara individu dengan individu dan begitu juga dengan yang lainnya.
Dilihat dari sifat hubungannya hubungan hukum dapat kita dibedakan menjadi dua yaitu hubungan hukum yang bersifat privat dan hubungan hukum yang bersifat publik. Dalam menetapkan hubungan hukum apakah bersifat publik atau privat yang menjadi indikator bukanlah subyek hukum yang melakukan hubungan hukum itu, melainkan hakikat hubungan itu atau hakikat transaksi yang terjadi (the nature transaction)[7].  Dalam Hubungan hukum memerlukan syarat-syarat diantaranya :
a.       Ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan itu.
b.      Ada Peristiwa hukum, yaitu terjadi peristiwa hukumnya.
Misalnya: A menjual satu unit motor kepada B. Perjanjian jual beli ini akan menimbulkan hubungan antara A dan B dan hubungan itu diatur oleh hukum (Pasal 1457 KUH Perdata). A wajib menyerahkan satu unit motor tersebut kepada B, sebaliknya B wajib membayar motor sesuai dengan perjanjian tersebut. Apabila salah satu pihak, atau kedua-duanya telah melalaikan kewajibannya maka oleh hakim dapat dijatuhi sanksi hukum. Hubungan antara A dan B yang diatur oleh hukum itu disebut hubungan hukum[8]. Jadi setiap hubungan hukum mempunyai dua segi: “bevoegdheid” (kekuasaan/kewenangan/hak) dengan lawannya  “plicht”atau kewajiban. Kewenangan yang diberikan kepada subyek hukum dinamakan “hak” Hubungan Hukum terdiri dari:
a.       Hubungan sederajat dan hubungan beda derajat
Sederajat: suami-isteri (perdata), antar propinsi (tata negara).
Beda derajat: orang tua-anak (perdata), penguasa-warga (tata-negara)
b.      Hubungan timbal balik dan timpang bukan sepihak.
Timbal balik jika para pihak sama-sama mempunyai hak dan kewajiban, timpang bukan sepihak jika yang satu hanya hanya punya hak saja sedang yang lain punya kewajiban saja[9].




[1] Mas, Marwan. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia.
[2] Sigit, Dkk. 2013. Keterampilan hukum. Yogyakarta: Bulaksumur
[3] Sigit, Dkk. 2013. Keterampilan hukum. Yogyakarta: Bulaksumur
[4] Donald Albert R. dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,  2014) hal. 127
[5] http://e-journal.uajy.ac.id/6563/3/MIH202044.pdf
[6]Soeroso, R., SH.,  Op-Cit, hlm 269.
[7] https://ahmad-rifai-uin.blogspot.com/2013/04/hubungan-hukum.html
[8] Soeroso, R, SH., Op-Cit, hlm 271
[9] [9]https://ahmad-rifai-uin.blogspot.com/2013/04/hubungan-hukum.html

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.